Ancaman Trump Bikin Presiden Meksiko Langgar Janji Kampanye
"Ini adalah titik tengah yang bisa kami capai. Sebab, permintaan mereka sebenarnya jauh lebih ekstrem," ujar Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, kepala delegasi selama dua hari negosiasi.
Di perbatasan selatan Meksiko, Jose Mario sudah mendengar kabar tersebut. Warga Honduras itu hanya pasrah saat melihat barisan tentara perbatasan yang makin ketat. "Lebih baik melalui jalur legal saja. Beberapa imigran yang mencoba lewat sungai langsung ditangkap," ungkapnya.
Kabar Meksiko yang mengalah terhadap Trump membuat kubu Republik girang. Selama ini banyak yang mengkritik kebijakan ekonomi Trump yang terlalu agresif. Saat dia mengumumkan perang dagang dengan Tiongkok, pertikaian berlarut-larut. Beberapa sektor merugi karena hal tersebut. Paling utama adalah eksporter agrikultur.
Masalah dengan Tiongkok belum selesai, Trump malah memulai perang baru. Dia mengancam bakal menaikkan tarif impor komoditas dari Meksiko sebanyak 5 persen pekan depan. Tarif bakal naik setiap bulan sampai 25 persen pada Oktober. Jumat lalu (7/6) Kamar Dagang AS mengirim petisi dari 140 korporasi terkait potensi kerugian dari tindakan itu.
"Langkah tersebut bakal merugikan konsumen, pekerja, petani, dan bisnis lintas sektor." Begitu pernyataan dari Kamar Dagang AS.
Untung, reaksi Meksiko tak sekeras Tiongkok. Mungkin, Obrador tak punya sumber daya sekuat pemerintahan Xi Jinping. Mereka takut devisa terbesar mereka bakal tersendat. "Presiden telah membuktikan bahwa kami bisa meningkatkan keamanan negara dengan instrumen yang dimiliki," ujar senator Republik Marco Rubio.
Demokrat pun hanya bisa nyinyir. Mereka tak bisa menyangkal bahwa strategi ancaman Trump kali ini berhasil. "Sekarang masalahnya sudah selesai. Saya harap tak ada lagi omongan (soal tarif terhadap Meksiko, Red) di masa depan," ungkapnya. (M. Salsabyl Ad'n/c10/dos)