Anggap Perusuh 22 Juli Penjahat HAM
jpnn.com - JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga pemerhati HAM diharapkan segera menurunkan tim pemantau jika terjadi kerusuhan akibat ketidakpuasan kelompok tertentu usai pengumuman hasil Pilpres 2014 yang dilakukan KPU pada 22 Juli pekan depan. Sebab, melakukan kerusuhan adalah pelanggaran terhadap HAM.
"Pelaku dan otak kerusuhan harus ditangkap serta diproses ke peradilan HAM," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane, Minggu (20/7). IPW berharap selain Komnas HAM, Polri juga harus bertindak tegas dan cepat untuk menangkap para pelaku kerusuhan agar bisa segera diproses ke peradilan HAM.
Neta menambahkan, Bangsa Indonesia pernah melakukan kesalahan besar saat terjadi kerusuhan Mei 1998. Pasalnya, tidak ada satu pun tersangka yang ditangkap sehingga tidak ada pihak yang bertanggung jawab.
"Padahal apa yang terjadi pada Mei 1998 adalah pelanggaran HAM berat di mana banyak korban jiwa, luka, harta benda, dan sejumlah wanita diperkosa," ungkapnya.
Untuk itu IPW mengingatkan Polri agar tidak boleh lagi lengah dalam menghadapi situasi pasca 22 Juli. Antisipasi dan deteksi dini serta tindakan tegas harus dilakukan Polri agar kekacauan seperti Mei 1998 tidak terjadi.
Saat ini, lanjutnya, KPU sebagai pusat perhatian. Sebab, KPU merupakan objek strategis dalam Pilpres 2014 karena hasil penghitungannya ditunggu seluruh rakyat.
Karenanya, eskalasi massa di KPU maupun di sekitar KPU, terutama dari pendukung kedua capres, menjadi hal yang sulit dihindari. Potensi rusuh akibat ketidakpuasan terhadap KPU pun cukup besar.
"Dalam kondisi ini bisa saja muncul ketidakpuasan terhadap KPU, sehingga muncul sikap anarkistis. Bukan mustahil pula situasi ini dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk membuat kekacauan. Untuk itu KPU harus dilindungi sepenuhnya dan menjadi tugas Polri agar ketidakpuasan terhadap hasil KPU tidak menyebar menjadi kekacauan," sarannya.
Jika pun terjadi kekacauan, Neta mengingatkan Komnas HAM dan lembaga-lembaga pemantau HAM harus mencari tahu pelaku dan dalangnya agar bisa diusut Polri untuk kemudian diseret ke peradilan HAM. "Bagaimana pun bangsa ini tidak boleh lagi mentolerir aksi-aksi pelanggaran HAM, apalagi membiarkan pelakunya bebas, seperti pelaku kerusuhan dan otak kerusuhan Mei 1998," pungkasnya.(fas/jpnn)