Anies Baswedan Disebut Korban Framing Politik Identitas
jpnn.com, JAKARTA - Upaya kampanye hitam terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang gencar dilakukan. Diketahui, belum lama ini Majelis Sang Presiden mendeklarasikan Anies sebagai Capres 2024.
Adapun, Majelis itu mengklaim terdiri dari eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) hingga mantan napi terorisme atau napiter.
Pengamat politik Reza Hariyadi menilai bahwa pola-pola stigmatisasi, framing hingga mobilisasi biasanya menjadi modus dalam komodifikasi politik identitas.
Targetnya untuk mendistorsi opini publik dan memberikan label negatif pada figur yang disasar.
“Ini tampak seperti komodifikasi politik identitas, siapa saja bisa disasar, dan Anies Baswedan sebagai figur capres bisa jadi target potensial. Mungkin motifnya untuk mencederai citranya di mata publik," ujar Reza di Jakarta, Minggu (25/6).
Mantan aktivis GMNI itu menduga aksi dukungan capres tak lepas dari mobilisasi politik dan tidak tulus.
Sebagaimana publik ketahui, aksi dukungan capres marak di tanah air, termasuk kelompok yang mengaku Ijtima Ulama mendukung Sandiaga Uno dan Majelis Sang Presiden mengusung Anies sebagai Capres 2024.
Aksi politik tersebut digelar secara terpola, sistematis dan sulit dipungkiri adanya desain politik tertentu di balik itu.
Aksi tersebut dapat memberi impresi politik keliru kepada publik, seolah Anies dekat dengan kelompok yang dianggap radikal maupun intoleran.
"Ini bisa dimainkan oleh lawan politik untuk menyudutkan karena dicap Islam garis keras dan menjadi tantangan bagi Anies jika maju pilpres 2024," ujar Reza.
Secara politik stigma-stigma tersebut tidak menguntungkan Anies Baswedan sebagai salah satu calon presiden (capres).
Anies Baswedan yang belakangan makin populer setelah mendapat dukungan Partai NasDem dan termasuk figur dengan elektabilitas tinggi untuk diusung pada Pilpres 2024.