ASIS Mengaku Sibuk, Dokumen Balibo Belum Siap
Kepala Dinas Intelijen Rahasia Australia (ASIS) hadir memberi kesaksian bersejarah di pengadilan tribunal untuk menjelaskan bahwa arsip intelejen terkait Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan Indonesia belum dapat dirilis karena lembaganya terlalu sibuk.
Dalam apa yang diyakini sebagai kasus pertama dari jenisnya, Direktur Jenderal ASIS Paul Symon hadir dalam Pengadilan Banding Administratif untuk menanggapi permintaan terhadap dokumen berusia 40 tahun yang mencakup didalamnya periode peristiwa pembantaian Balibo.
Permohonan untuk makalah-makalah yang sangat rahasia ini berasal dari akademisi Clinton Fernandes yang berbasis di Canberra, yang sejak tahun 2014 berusaha untuk mendapatkan akses ke laporan intelijen ASIS tentang pendudukan Indonesia di Timor Timur.
Selama memberikan kesaksian di pengadilan tersebut yang berlangsung sekitar satu jam, Paul Symon ditanyai tentang mengapa butuh waktu berbulan-bulan bagi ASIS untuk menanggapi pertanyaan dari Arsip Nasional.
Bos ASIS itu menjelaskan bahwa di dunia yang "penuh gangguan " seperti sekarang ini, agensi intelijennya menghadapi banyak tekanan yang penuh persaingan dan ia harus memprioritaskan berbagai tugas dan tantangan bagi stafnya.
Berbicara di luar pengadilan, Paul Symon menolak tudingan kalau lembaganya berusaha merahasiakan apa yang mereka ketahui seputar invasi Indonesia ke Timor Tengah dan kematian lima wartawan Australia di Balibo pada tahun 1975.
"Ini bukan masalah bahwa kami tidak akan merilis dokumen tersebut, tapi kami sedang bekerja melalui sebuah proses dan itulah yang saya bahas di sini dengan pengadilan," kata Paul Symon.