Atasi Sindrom Tourette dengan Komedi
Kamis, 23 Oktober 2014 – 20:00 WIB
Ben Klingberg terus menekan dorongan untuk menggerakan wajahnya, memutar bola matanya dan membuat suara akibat dari sindrom Tourette yang dideritanya. Namun pria asal Kota Hobart ini berhasil mengendalikan kondisinya melalui terapi komedi tunggal alias stand up comedy.
Ben Klingberg mengaku berusaha menahan dorongan sindrom Tourette yang dideritanya bisa sangat melelahkan baik secara mental maupun fisik.
"Saya seperti menempatkan dinding didalam jiwa saya ketika berusaha menahan sindrom itu dan pada saat yang bersamaan ada dorongan yang sangat kuat untuk melakukan tic atau gerakan diluar kesadaran yang terjadi berulang-ulang yang biasa dialami penderita sindrom Tourette, dan untuk melakukannya perlu upaya yang disertai kesadaran penuh," katanya.
"Kebanyakan gerakan dan suara yang saya lakukan itu muncul begitu saja, seperti mata saya berputar dan berkedut atau mendongakkan wajah ke atas atau tiba-tiba saya menggerakan otot-otot mengangkat tangan saya," katanya.
Pada tahun 2012, Klingberg melihat sebuah iklan kursus menulis komedi yang diselenggarakan oleh Tim Ferguson dan kemudian ia berpikir mungkin itu kesempatan untuk mencoba sesuatu yang baru.
Selama mengikuti kursus, Ferguson menyarankan Klingberg untuk mencoba menjadi komedian tunggal dan menggunakan kondisinya sebagai nilai lebih untuk menonjolkan penampilannya.
Sebagai penderita Sindrom Tourette, Klingberg mengaku sangat sadar dengan tic yang dilakukannya, dan itu berkat teknik pengendalian sindrom tourette melalui komedi.
"Komedi tunggal atau Stand up comedy membantu saya mengurangi rasa gelisah, saya kerap merasakan itu ketika berinteraksi dengan orang. Selain itu komedi tunggal juga membuat saya merasa lebih percaya diri,” aku Klingberg.
Sejak mengikuti kursus ini, Klingberg telah beberapa kali tampil dalam kegiatan komedi rutin di Kota Hobart. Mayoritas dalam penampilannya ia mampu mengendalikan sepenuhnya kondisi yang dialaminya di atas panggung, namun terkadang tekanannya begitu tinggi.
"Pernah dalam satu pertunjukan adrenalin saya membanjiri otak saya dan itu membuat dorongan tic saya meningkat sehingga saya sampai kesulitan mengendalikannya,” ujar Klingsberg.
Namun diakuinya ada juga ketika dia merasa sangat nyaman berada diatas panggung, sampai-sampai terkadang kondisi tic-nya menghilang sama sekali.
Komedi tunggal kini telah menjadi cara bagi Klingberg untuk menghibur orang melalui sindrom Tourette yang dideritanya sebagai subjek, namun menurutnya ia tidak bermaksud merendahkan penderita sindrom Tourette yang lain.
"Jika penonton bisa memahami sedikit saja tentang Tourette sambil tertawa mendengarkan lelucon yang saya bawakan, saya merasa mampu mencapai harapan saya,” katanya.
Meskipun terkadang sindrom Tourette membuatnya sering merasa tidak nyaman dan gelisah, namun Ia mengaku nyaman menjadi diri sendiri dan tidak berniat untuk mengubah apapun dari dirinya.
"Saya membayangkan jika saja sindrom Tourette saya sembuh, seperti mematikan dan menghidupkan lampu di ruangan, saya akan merasa ada sesuatu yang hilang dari diri saya sendiri,” ungkap Klingberg.
Sebagai orang yang kreatif, Klingberg merasa khawatir dirinya akan kehilangan satu sisi dari dirinya yang sekarang kerap dia gunakan sebagai bahan pada penampilan komedinya.
"Bagaimana jadinya saya jika sindrom Tourette saya sembuh, kemungkinan saya tidak bisa lagi menjadikan Tourette sebagai bahan lawakan saya, jadi ini memang hal yang sulit untuk diukur,” katanya.
Diperkirakan sindrom Tourette mempengaruhi satu dari 100 orang di dunia dan mayoritas terjadi pada laki-laki. Sebagian besar sindrom Tourette ini dimulai saat anak-anak dan biasanya gejala yang timbul tidak dikenali karena gejalanya sangat ringan.