Atur Lalu Lintas dari Depan Layar Monitor
TIDAK semua petugas pengatur lalu lintas berdiri di tepi-tepi jalan. Ada juga yang berdinas di depan layar monitor. Ya, mereka adalah petugas Surabaya Intelligent Transport System (SITS) di bawah Dinas Perhubungan Surabaya.
----------------
Juneka Subaihul Mufid, Surabaya
----------------
MATA Ismanto menatap tajam layar monitor di depannya. Secara cermat, dipelototinya gambar kendaraan yang terus-menerus bergerak itu. Di salah satu monitor, tampak kendaraan yang tidak bergerak. ’’Tidak apa-apa. Ini sementara. Sebentar lagi juga habis,’’ katanya, Senin (18/8).
Betul juga. Sejurus kemudian, mobil dan motor yang mandek itu kembali melaju. Aliran kendaraan kembali renggang. Lancar. ’’Ini CCTV (closed circuit television, Red) di dekat Rolak Gunungsari,’’ ungkapnya. Penjelasan itu menegaskan tulisan di bagian kiri atas layar: Gunungsari.
Ismanto memang hafal betul sebagian besar jeroan lalu lintas di Surabaya. Maklum, sudah tiga tahun dia menjadi koordinator SITS, sistem pendukung pengaturan lalu lintas di Surabaya.
SITS yang lahir pada 2011 tersebut menjangkau 40 titik persimpangan yang dilengkapi kamera bersensor khusus. Selain itu, masih ada 185 CCTV di berbagai lokasi. Itu masih ditambah 50 titik lagi tahun ini. Sebagian besar penggal jalan hingga taman kota pun terpantau. Sebut saja Taman Pelangi dan Taman Bungkul.
Ismanto sejak awal didapuk sebagai koordinator. Kini anak buahnya 13 orang. Seharian full mereka menjaga ruas jalan tanpa perlu turun ke jalan. Perantinya ya monitor itu. Mata mereka ya digantikan ratusan kamera CCTV tersebut. ’’Ini kerja tim,’’ kata lelaki kelahiran 28 Maret 1976 itu.
Ismanto bukan anak kemarin sore dalam bidang pengaturan lalu lintas. Sebelumnya, dia juga terlibat dalam Area Traffic Control System (ATCS). Sistem yang diluncurkan pada 1997 tersebut dikendalikan di kantor pemerintahan Kota Surabaya di lantai 5.
Pada zamannya, ATCS terbilang canggih. Ia dipasang di 11 persimpangan besar di Surabaya. Salah satunya di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS). ATCS memanfaatkan sensor berbahan tembaga yang ditanam di dalam aspal di belakang stop line (markah putih sebelum lampu lalu lintas). Sensor tersebut bisa mendeteksi kendaraan yang melintas. Datanya dipakai sebagai bahan pengaturan lampu dan rambu lalu lintas.
Kini ATCS tidak lagi dipakai. Sebab, tiap tahun lapisan aspal selalu ditambal sehingga sensor kian tak peka. ’’Perawatannya juga lebih sulit,’’ ujarnya.