Aturan Cukai Rokok Terafiliasi Distop
Dasar Hubungan Keluarga Tak Sesuai Realitas Bisnisjpnn.com - JAKARTA - Gelombang penolakan terkait dengan aturan cukai rokok untuk perusahaan terafiliasi akhirnya membuat pemerintah mengendurkan kebijakan. Kementerian Keuangan berjanji mengkaji ulang aturan tersebut. Untuk sementara, pelaksanaan aturan itu pun distop.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan, saat ini Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menggodok lagi aturan yang memicu protes pelaku usaha industri rokok tersebut.
"Jadi, (pemberlakuan aturan) di lapangan kita stop dulu supaya tidak ada noise (keributan, Red) yang tidak perlu," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (12/8).
Sebagaimana diketahui, tahun ini pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 78/2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang Memiliki Hubungan Keterkaitan. Dengan aturan itu, perusahaan-perusahaan rokok milik pihak yang masih mempunyai hubungan keluarga terkena tarif cukai berdasar golongan jika perusahaan tersebut digabung.
Misalnya, si A memiliki perusahaan rokok sigaret keretek mesin (SKM) golongan I (produksi di atas 2 miliar batang per tahun) dengan jumlah produksi 2,1 miliar batang per tahun sehingga terkena tarif cukai Rp 355"375 per batang.
Sedangkan si B memiliki perusahaan rokok SKM golongan II (produksi di bawah 2 miliar batang per tahun) dengan jumlah produksi 1,5 miliar batang per tahun sehingga terkena tarif cukai Rp 245"285 per batang.
Nah, ternyata si A dan si B memiliki hubungan saudara sehingga sesuai dengan aturan PMK No 78/2013, total produksi dua perusahaan mereka menjadi 3,6 miliar batang per tahun. Dengan demikian, perusahaan milik si B yang tadinya masuk golongan II kini naik kelas menjadi golongan I. Tarif cukainya pun naik dari Rp 245"285 per batang menjadi Rp 355"375 per batang.