Aturan Mandatori Biodiesel Harus Disertai Sanksi Tegas
Desak Kementerian ESDM Segera Rumuskan Dendajpnn.com - JAKARTA - Keberadaan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2014 tentang Biodiesel dinilai tak akan efektif untuk menggenjot pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) nabati sebagai alternatif. Sebab, ketentuan yang diterbitkan pada 3 Juli 2014 itu tak memuat sanksi bagi pengusaha yang mengabaikan mandatori biodiesel untuk dicampurkan ke BBM fosil.
Penilaian itu disampaikan Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati melalui keterangannya ke media, Senin (29/6). Menurutnya, ada celah dalam Permen ESDM itu karena mandatori biodiesel bisa diakali pengusaha. “Tanpa ada rincian yang jelas mengenai sanksinya maka bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk menghindarkan diri dari kewajibannya,” katanya.
Enny lantas mengingatkan tentang keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit yang dibentuk dengan Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit itu. Menurutnya, keberadaan badan itu adalah untuk mendorong agar keberadaan biodiesel di pasaran tidak untuk hal lainnya.
Namun, yang jadi persoalan adalah tidak adanya sanksi tegas. Sebab, Perpres itu mengamanatkan bahwa pengenaan denda atau sanksi diatur dengan Permen ESDM.
Karenanya, meski soal sanksi sudah sudah dinyatakan dalam Perpres 61 Tahun 2015, namun tetap perlu diatur lebih rinci melalui Permen ESDM. “Nilai dendanya harus cukup signifikan secara finansial bagi pengusaha,” cetusnya.
Selain itu, Enny juga mengingatkan pemerintah agar membenahi tata kelola administrasinya. Tujuannya untuk menghindarkan kongkalikong berbau kolusi di lapangan antara pengusaha dengan oknum pemerintah.
Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun berpendapat senada. Menurutnya, tanpa ada sanksi tegas ke pengusaha yang tak melaksanakan mandatori biodiesel maka sama saja aturan itu tak manjur. “Instilahnya toothless mandatory (mandatori tak bergigi, red),” katanya.(ara/jpnn)