Aturan Masuk Perguruan Tinggi Jangan Diskriminatif!
jpnn.com - Penghapusan syarat bebas LGBT bagi calon mahasiswa Universitas Andalas didukung Forum Rektor Indonesia (FRI).
Menurut Wakil Ketua FRI Prof Asep Saefuddin, Perguruan Tinggi (PT) merupakan tempat orang mencari ilmu, memelajari teknologi, yang basisnya adalah rasionalitas.
"Ekosistem yang harus ada dalam kampus adalah keterbukaan, kemerdekaan berpikir, keteraturan, kecintaan terhadap lingkungan. Sehingga saling menghormati antar dosen, karyawan, dan mahasiswa menjadi subur," kata Prof Asep saat dihubungi, Rabu (3/5).
Suasana kekeluargaan dan saling menghormati membuat kampus sebagai komunitas akademik yang indah. Itu sebabnya, Perguruan Tinggi tidak boleh melakukan seleksi masuk yang diskriminatif, seperti berbasis golongan, entik, dan jenis kelamin tertentu.
Kaitannya dengan LGBT, menurut rektor Universitas Trilogi ini, memang jangan dituliskan menjadi syarat atau kolom dalam identitas diri. Selain kolom itu akan tidak berguna karena tidak diisi, juga kontra produktif.
"Sebaiknya jangan ada syarat-syarat tertentu masuk kampus, selain kesungguhan," ujarnya.
Prof Asep menambahkan, sebenarnya syarat kecerdasan tidak terlalu penting. Namun, ada beberapa hal yang dipahami. Pertama, keterbatasan fasilitas dan SDM. Kedua, keperluan penguasaan ilmu dan teknologi. Ketiga, kesesuaian fisik seseorang dengan bidang yang akan ditekuni, seperti misalnya untuk kedokteran perlu syarat tidak buta warna.
"Yang penting sebenarnya adalah kesadaran para dosen dan karyawan dalam membangun atmosfir akademik, etika dan tata hubungan di kampus, kedisiplinan dalam menjalankan regulasi-regulasi," terangnya.