Awalnya Diejek Rombeng, Kini Gaet Ribuan Nasabah
Meski baru berdiri tiga bulan, jumlah nasabahnya cukup banyak, yaitu 100 mahasiswa dan 56 cleaning service. Beberapa contoh produk daur ulangnya adalah pupuk daun dan tanaman hias buatan. Pupuk dengan berat 5 kg dijual seharga Rp 6 ribu, sedangkan tanaman hias Rp 40 ribu.
Dari kegiatan itu, Zamzami mengungkapkan bahwa dalam sebulan BSS bisa mengumpulkan sampah kertas HVS sebanyak 500–600 kg. Pendapatan bersih dalam sebulan bisa mencapai Rp 1,8 juta hingga Rp 1,9 juta. Penghasilan tersebut digunakan sesuai dengan sistem syariah.
"Dalam sistem syariah, 20 persen untuk bagi hasil ke nasabah dan 80 persen untuk biaya operasionalnya,” papar Zamzami.
Ada beragam produk di BSS. Misalnya, simpanan sampah, deposito sampah, konsultasi sampah dan lingkungan, pembiayaan lingkungan, serta daur ulang sampah. Untuk simpanan sampah, nasabah bisa menyetorkan sampah-sampahnya ke BSS. Setelah itu, jumlah angka yang ada pada buku tabungannya bisa bertambah sesuai dengan harga jenis sampah.
Untuk pembiayaan lingkungan, BSS menerima pesanan yang berhubungan dengan lingkungan. Misalnya, ada nasabah yang membutuhkan tanaman hijau. BSS siap menalanginya tanpa ada bunga bank. BSS akan menyediakan dan menjual pesanan itu kepada nasabah.
Untuk pengembaliannya, kata Zamzami, nasabah cukup menyetor sampah sesuai dengan uang yang dipinjam. ”Kalau pinjam uang, nanti mengembalikannya dengan sampah karena kami ingin menghilangkan sampah,” jelas Zamzami.
Menurut Zamzami, BSS memang berbeda dengan bank sampah lain. Pasalnya, BSS mengaplikasikan sistem syariah. Misalnya, jika ada nasabah yang melakukan transaksi pembiayaan, BSS tidak menerapkan bunga. Melainkan, sistem bagi hasil. Sayangnya, program itu hanya bisa diikuti mahasiswa UINSA. Sebab, BSS belum berani menerima orang luar.
Untuk pengelolaannya, sampah-sampah tersebut didaur ulang menjadi kompos dan kerajinan. Setelah jadi, produk itu dijual kepada masyarakat. Kemudian labanya bisa menjadi bagi hasil untuk mahasiswa yang menabung di BSS.