Awas! Ini Modus Baru Jaringan Internasional Bobol Rekening Bank
jpnn.com - JAKARTA - Setelah mengungkap adanya malware penyedot uang di rekening, kali ini Bareskrim membeber adanya jaringan internasional yang membobol rekening nasabah asing dengan modus menggandakan kartu ATM di Bali.
Dengan begitu, diprediksi jaringan pembobol rekening itu memanfaatkan sistem perbankan Indonesia yang dinilai lemah.
Dalam konferensi pers kemarin (20/4) Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Edison Simanjuntak menuturkan, modus yang digunakan pelaku pembobolan rekening bank tersebut baru pertama kali ada di Indonesia alias modus baru. Bila biasanya, pembobol itu menggunakan alat skimmer atau alat pembaca magnetic stripe yang terpasang di mulut ATM.
"Jaringan ini tidak menggunakan skimmer dan ini sangat baru, hingga Bareskrim harus ke Eropa bekerjasama dengan Europol untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pembobolan tersebut," terangnya.
Setelah itu diketahui bahwa jaringan ini ternyata memakai router atau alat penyadap yang mampu membaca jalur transaksi nasabah. Alat tersebut dipasang dibalik mesin ATM. "Router ini dapat mengambil data magnetic stripe sesaat setelah kartu ATM dimasukkan ke mesin ATM," ujarnya.
Lalu, ada alat lain yang juga digunakan jaringan tersebut, yakni spy camera yang dipasang di dalam penutup tombol ATM. Dengan spy camera tersebut, pelaku bisa mengetahui pin ATM yang sedang ditekan oleh pemilik nasabah.
"Artinya, ada dua data yang dimiliki pelaku, pin ATM dan data magnetic stripe dari kartu ATM," paparnya.
Data magnetic stripe itu kemudian diduplikasi dengan dimasukkan ke kartu ATM kosong. Dengan pin ATM yang sudah dikantongi pelaku, maka pelaku bisa mengambil uang dari rekening nasabah yang datanya diambil secara illegal.
"Ini modus teknisnya, untuk melanggengkan kejahatannya ternyata yang jadi sasaran itu warga negara asing (WNA)," ujarnya.
Korban sindikat ini dideteksi mencapai 560 warga asing dari Eropa dan tempat kejadian . Sasarannya yang hanya WNA tersebut ditujukan agar kejahatan yang dilakukan tidak bisa diketahui atau paling tidak prosesnya pengungkapannya lama.
"Bahkan, yang melaporkan adanya kejahatan ini merupakan bank swasta, bukan korban pembobolan. Kemungkinan, WNA sudah pulang ke negaranya begitu mengetahui pembobolan tersebut," jelasnya.
Bagaimana mungkin WNA itu tidak menyadari adanya pembobolan saat di Indonesia? dia menuturkan, uang yang diambil pembobol ini untuk setiap nasabah hanya sekitar 300 euro atau sekitar Rp 4.200.000. "Dengan uang yang diambil cukup sedikit ini yang membuat nasabah tidak sadar," ujarnya.
Ada tujuh pelaku yang diamankan Bareskrim, ketujuhnya merupakan warga Bulgaria. Tujuh pelaku itu terdiri dari lima wanita dan dua lelaki. Dua lelaki ini kemudian dideportasi karena ada pelanggaran keimigrasian.
"Tersangka utamanya seorang perempuan berinisial IIT, saat ini kami sedang memeriksa IIT. Semuanya ditangkap di sebuah hotel di Seminyak, Bali," tuturnya.
Sebenarnya, ada tiga pelaku lainnya yang juga dikejar Bareskrim. Tapi, sayangnya dalam proses penangkapan mereka kabur ke Timor Leste dan dideteksi terbang ke Singapura." Kami bekerjasama dengan Europol agar bisa menangkap mereka," ucap Victor.
Untuk barang bukti yang berhasil diamankan diantaranya, 1.000 kartu ATM kosong, 600 kartu ATM yang terisi data, satu buah print kartu ATM, tiga buah router, dua spycam, dua alat bor, dua raket satu paspor dan uang tunai berbagai negara senilai Rp 500 juta.
"Raket itu digunakan untuk menutupi pemasangan alat di mesin ATM dan uang cash yang begitu banyak dikarenakan komplotan ini memang membayar semua transaksinya hanya dengan uang tunai," jelasnya.
Masalahnya, ternyata warga Indonesia juga menjadi korban dari jaringan tersebut. Dia menuturkan, penarikan uang nasabah asal Indonesia ini dilakukan dari Thailand dan Republik Dominika. "Kemungkinan besar pembobolan rekening WNI dilakukan di luar negeri juga agar tidak menyulitkan penangkapan terhadap mereka," teranya.
Mengapa Indonesia dipilih menjadi tempat komplotan tersebut membobol rekening? Dia menuturkan bahwa kemungkinan memang Indonesia dinilai memiliki sistem perbankan yang lemah. Hal ini membuat pemerintah harus menguatkan sistem perbankan. "Apalagi, ini merupakan modus baru yang juga baru kali ini dilakukan di Indonesia," ujarnya.
Dengan adanya cyber crime tersebut, sebenarnya nama Indonesia di luar negeri yang menjadi taruhan. Salah satu contohnya, saat Bareskrim menghadiri acara Global Conference on Cyber Space 2015, ternyata Indonesia dinilai sebagai negara yang banyak terjadi kejahatan dunia maya.
"Untuk itu, kami akan berupaya maksimal mengungkap kasus cyber crime," ujar Kasubdit IT/ Cybercrime Bareskrim Polri Kombes Pol Rachmad Wibowo.
Dia menjelaskan, yang juga perlu diketahui, ternyata komplotan ini diduga telah melakukan kejahatannya selama dua tahun. Sebab, sesuai deteksi Bareskrim komplotan ini telah berada di Bali selama dua tahun. "Namun, tidak menetap, hanya sesekali mereka pergi ke luar negeri. Jadi bolak-balik, dari luar negeri ke Indonesia," jelasnya.
Lalu, bagaimana mengantisipasi terulangnya kejahatan tersebut? Victor menambahkan bahwa rencananya dalam waktu dekat Bareskrim akan menggelar pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.