Badan Pengkajian Pastikan Presiden Tak Akan Jadi Mandataris MPR
jpnn.com - JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri tentang perlunya bangsa dan negara ini berjalan dengan sebuah Garis-garis Haluan Negara (GBHN) dan sikap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang mempertanyakan eksistensi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan respon terhadap hasil kerja Badan Pengkajian MPR RI tentang penguatan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Hal tersebut dikatakan Ketua Badan Pengkajian MPR RI dari kelompok DPD, Bambang Sadono saat jadi narasumber dalam Diskusi Kemajelisan Program-program Badan Pengkajian MPR RI, di Ruang Presentasi Perpustakaan, Gedung Nusantara IV, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (15/3).
“Pernyataan dua pimpinan partai politik tersebut tidak muncul begitu saja, pasti ada pemicunya antara lain adalah hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI selama tahun 2015," kata Bambang.
Muhaimin mempertanyakan lemahnya posisi DPD lanjut senator dari Provinsi Jawa Tengah itu, hanya bisa dijawab melalui amandemen UUD 45.
“Sebaliknya, kalau penguatan DPD tidak dilakukan melalui amandemen, sangat relevan DPD dibubarkan," tegasnya.
Selain itu, dia juga membantah anggapan sejumlah pihak yang menyatakan kalau amandemen dilakukan maka pembahasannya akan melebar kemana-mana? "Anggapan tersebut sangat berlebihan sebab UUD juga mengatur mekanisme amandemen antara lain harus menyebutkan pasal yang akan diubah dan mengajukan argumentasinya. Jadi tidak ada alasan untuk melebar kemana-mana dan tak akan terjadi gaduh," tegasnya.
Karena sudah ada respon dari partai politik tersebut katanya, maka sepanjang tahun 2016 ini Badan Pengkajian MPR akan mempertajam berbagai isu melalui berbagai dikusi khusus dengan para ahli dan partai politik.
“Kalau di tahun 2015 ada 15 tema, di tahun 2016 ini hanya akan jadi 10 tema saja. Forumnya nanti juga akan diperkecil karena yang terlibat nantinya para ahli," tegasnya.