Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Bagaimana Memenangkan Penantang Ahok?

Oleh Zaenal A Budiyono*

Kamis, 22 September 2016 – 12:01 WIB
Bagaimana Memenangkan Penantang Ahok? - JPNN.COM
Basuki T Purnama alias Ahok. Foto: dokumen JPNN.Com

Oleh karenanya, publik menunggu sosok yang akan diusung untuk menantang Ahok-Djarot. Publik tentu menanti apakah tokoh-tokoh besar sekelas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Prabowo Subianto dan lain-lain mampu mencapai konsensus demi menghadirkan lawan tangguh bagi incumbent.
 
Kedua, dari sekian nama yang muncul di bursa cagub di Koalisi Kekeluargaan, tampaknya hanya ada dua nama yang memiliki kriteria terbaik dan berpeluang menang pada pilkada mendatang. Nama tersebut adalah Yusril Ihza Mahendra dan Anies Baswedan.

Yusril dengan latar belakang dan kapasitasnya sepertinya tak akan sulit meladeni Ahok saat debat kandidat mendatang. Kekurangan Yusril hanya pada akseptabilitas dan elektabilitas di publik yang masih kurang. Indikasinya jelas, Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpinnya gagal menembus ambag batas pemilihan (electoral threshold) dalam beberapa kali pemilu terakhir.

Sementara Anies Baswedan dikenal sebagai intelektual unggul yang secara kapasitas juga tidak diragukan. Popularitas Anies juga lumayan, karena ia sudah lama dikenal publik.

Tapi ada satu kekurangannya (leability). Yakni saat terkena reshuffle dari Kabinet Kerja belum lama ini, sehingga menimbulkan spekulasi ia kurang perform dalam memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, setidaknya di mata Presiden Joko Widodo.

Namun sekali lagi, politics is about perception. Politik berarti persepsi.

Bila Anies bisa mengolah kelemahannya sedemikian rupa, bisa jadi momen saat mantan rektor Paramadina itu terlempar dari Kabinet Kerja justru menjadi keuntungan. Ini merujuk pada teori bahwa pemilih di Indonesia masih menyukai orang-orang yang ‘terzalimi’. Apa yang pernah dialami SBY dan Jokowi juga masih meneguhkan teori itu berlaku.

Ketiga, mesin partai harus bekerja optimal. Dalam banyak kasus, koalisi besar kerap kesulitan mengonsolidasikan diri sehingga menjadikannya lamban bergerak dan minim manuver.

Munculnya fenomena relawan di Pilpres dan Pilkada menunjukkan mesin partai tidak berjalan optimal. Bahkan ada idiom bahwa partai hanyalah gerbong kereta yang kosong, sementara penumpangnya (pemilih) berada di luar kereta itu.

PENDAFTARAN calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta tinggal menghitung hari, bahkan jam. Sampai saat ini baru pasangan Basuki T Purnama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close