Bahas Bendera Aceh, Pusat Pastikan tak Ada Bargaining Politik
Bagaimana jika Aceh mau menghilangkan garis hitam itu, dengan syarat bisa mendapat bagi hasil migas di area lebih 12 mil?
Zudan menegaskan, tidak ada bargaining seperti itu. "Tidak ada bargaining. Kita ikuti aturan saja," cetus birokrat bergelar profesor itu.
Sebelumnya, Pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom menilai, pembentukan qanun itu hanya strategi para elit di Aceh untuk menekan Jakarta. Tujuannya, agar Jakarta mau segera merealisasikan seluruh poin-poin di MoU Helsinki dan di UU Pemerintahan Aceh.
"Qanun itu hanya alat untuk bargaining dengan pusat, untuk membangun deal-deal, untuk menekan agar hak-hak istimewa Aceh seperti tertuang di MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh segera diwujudkan," terang Erman, Guru Besar kelahiran Arun, Aceh, beberapa waktu lalu.
Bagaimana dengan ending dialog antara tim pusat dengan tim Aceh nantinya? Erman yakin, Aceh yang akhirnya 'memenangkan' proses dialog. Ini sudah terlihat sejak awal, dimana pusat 'terjebak' oleh kepiawaian elit Aceh.
Para elit Aceh sengaja mencantumkan sejumlah substansdi di qanun yang nantinya diyakini bakal ditolak pusat, seperti menyantumkan MoU Helsinki sebagai salah satu dasar hukum pembentukan qanun, juga adzan yang mengiringi pengibaran bendera.
Benar, dua poin itu langsung diminta dicoret oleh pusat dan Aceh langsung setuju-setuju saja. Tapi bagi sebuah proses dialog, lanjut Erman, dengan sudah 'mengalah' dua poin, maka Aceh berhak balik menagih pusat untuk juga 'mengalah' dua poin juga. (sam/jpnn)