Bahas Isu Perbudakan Benjina, Jokowi Dinilai Tak Selektif
jpnn.com - BENJINA - Pendeta Bethel, Klasis Aru Tengah, Dekritus Oraile mengaku gelisah dengan pemberitaan perbudakan di PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang dilansir oleh kantor berita AP dari Thailand. Dekritus Oraile juga merasa kecewa atas kebijakan pemerintah yang tidak jelas memberikan kapan moratorium penangkapan akan berakhir.
"Saya besar di sini. Bapak saya juga Pendeta. Sejak PBR beroperasi di Benjina pada tahun 2007 tidak ada terjadi perbudakan. Itu hanya isu," kata Dekritus Oraile, kepada JPNN, di kediamannya, Desa Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Kamis (16/4).
Menurut Oraile, pemberitaan perbudakan tersebut telah mencoreng nama baik warga Benjina dan Maluku. Apalagi, pemberitaan tersebut sempat dibahas secara khusus dalam sidang kabinet tanpa mengecek kebenarannya.
"Padahal perpanjangan tangan pemerintah seperti TNI Angkatan Laut, imigrasi, bea cukai, karantina, kepolisian dan kementerian kelautan ada di kawasan Benjina ini. Kalau benar terjadi perbudakan, saya tanya, siapa yang salah, Negara apa perusahaan. Makanya dicek dulu faktanya sebelum membawa isu murahan itu ke stana negara," tegasnya.
Oraile menambahkan, presiden bakal lebih efektif jika memerintahkan menteri KKP Susi Pudjiastuti segera mencabut moratorium penangkapan ikan serta jalan keluarnya.
“Mestinya pemerintah harus memprioritaskan kepentingan rakyatnya sendiri ketimbang merespon pemberitaan asing sangat tendensius itu," tegas Oraile. (fas/jpnn)