Bamsoet Ingatkan Kader Golkar di Banjarnegara Soal Bahaya Demokrasi Transaksional
"Berkembangnya kecenderungan politik identitas dan sentimen primordial dalam kontestasi Pemilu merupakan ancaman bagi masa depan demokrasi dan kebhinekaan bangsa," tegasnya.
Ketua ke-20 DPR itu mengungkapkan dari tiga kali Pemilu dengan sistem terbuka, politik transaksional sangat luar biasa sehingga hal itu merusak dan mendorong meningkatnya korupsi di tanah air.
Pasalnya, untuk mendapatkan kursi legislatif, caleg harus mengeluarkan uang hingga miliaran, di antaranya untuk biaya kampanye atau biaya saksi.
"Yang menjadi pertanyaaan adalah uang itu berasal dari mana dan bagaimana bisa mengembalikan. Ini pertanyaaan sederhana dan mudah, apakah begitu banyak orang merelakan uangnya dihamburkan, lalu bekerja untuk rakyat meski uang tidak kembali? Saya tidak yakin,” papar Bamsoet.
Di tengah kenyataan tersebut, lanjut Bamsoet wajar apabila ada sebagian pihak menilai demokrasi Indonesia di era reformasi justru sedang mengalami stagnasi.
Demokrasi hanya memanjakan para elit politik sehingga rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan, terutama terhadap kesejahteraan dan kemakmurannya.
"Berdasarkan kenyataan tersebut, secara umum pascareformasi, demokrasi tidak bertambah baik. Hal ini dikarenakan demokrasi yang berkembang cenderung liberal, karena tidak diikuti oleh penegakan hukum yang kuat," ungkap Bamsoet.
Menurutnya, bangsa ini sudah terjebak pada demokrasi angka-angka.
"Angka transaksi bukan lagi aspirasi. Kedaulatan rakyat berkembang tidak sejalan dengan kedaulatan hukum," tandas Bamsoet.