Bangkit Begitu Bertemu Duda Beranak Tiga
Awalnya Sulastri seperti sudah melupakan tragedi sepuluh tahun silam tersebut. Namun, begitu teringat suami dan anak-anaknya yang ikut menjadi korban, perempuan 45 tahun itu tak bisa menahan haru. Air matanya menetes.
’’Mereka orang-orang terkasih. Saya sangat kehilangan,’’ tuturnya.
Sulastri mengatakan, tidak ada firasat apa-apa menjelang dirinya berangkat ke Tanah Suci. Dia meninggalkan Aceh pada 20 Desember 2004, enam hari sebelum tsunami terjadi, dan pulang ke tanah air pada 30 Januari 2005. Sebulan lebih dia bertugas mendampingi para jamaah haji asal daerahnya.
Pada hari H tsunami, 26 Desember 2004, Sulastri masih sempat mengontak suaminya, Mukhtaruddin, setelah salat malam di Masjid Nabawi, Madinah.
Saat itu di Madinah pukul 03.00, sedangkan di Aceh pukul 07.00, sekitar sejam sebelum gempa berkekuatan 8,9 skala Richter yang disertai gelombang besar terjadi.
Kontak melalui pesan pendek (SMS) itu masih dijawab Mukhtaruddin. ”Mas Tar (panggilan Mukhtaruddin) menceritakan bahwa pagi itu dia bersama tiga anak kami habis menjalankan salat Subuh bersama. Dia juga berpesan bahwa menjadi dokter pendamping haji harus ikhlas,’’ jelasnya.
Ternyata SMS itu menjadi pesan terakhir Sulastri kepada suaminya. Sebab, pada pukul 07.58 gempa dan tsunami menerjang Aceh. Sejak itu Sulastri tak lagi bisa mengontak suaminya.
Sulastri sudah waswas ketika melihat berita di TV Arab Saudi bersama jamaah asal Aceh. Mereka panik.