Bangkit Begitu Bertemu Duda Beranak Tiga
’’Saya langsung wudu dan salat dua rakaat di tempat itu. Saya doakan keluarga saya diterima di sisi Tuhan,’’ ujarnya. Air matanya kembali berlinang.
Seusai kejadian itu, hari-hari Sulastri seperti hampa. Dia selalu murung. Dia sempat ingin kembali ke Makkah. Dia berniat menyerahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Tuhan. Sebab, dia sudah merasa di Aceh tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Namun, langkah tersebut bisa dicegah oleh keluarganya.
’’Saudara saya bilang jika ingin mengabdi ke Tuhan, tidak perlu ke Arab. Di kampung pun bisa,” tuturnya.
Untuk mengubur rasa sepi, Sulastri memutuskan untuk mengambil program pascasarjana di Universitas Sumatera Utara (USU). Dia masuk jurusan ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran. Sulastri berniat untuk menyibukkan diri, melupakan semua yang pernah dialami.
Kisah nahas Sulastri tersebut pernah ditulis Jawa Pos edisi 1 Februari 2005. Ketika itu dia masih berjuang mencari anak-anaknya yang hilang karena terseret badai tsunami.
Bukan hanya kisahnya yang diceritakan, Jawa Pos juga melampirkan nomor handphone kakak Sulastri. Harapannya, kalau ada orang yang tahu keberadaan anak-anak Sulastri, nomor itu bisa dihubungi.
Alhasil, ’’pengumuman’’ di surat kabar tersebut membuat HP kakak Sulastri kebanjiran pesan pendek. Total ada 350 pesan singkat yang masuk. Banyak yang iba dengan nasib Sulastri. Namun, ada juga yang ingin meminangnya menjadi istri. Nah, berawal dari situlah hidup Sulastri berubah.
’’Dari 350 SMS itu, ada 15 pesan yang ingin meminang saya menjadi istri mereka,’’ kenang Sulastri.