Banjir di Mana-mana, Waspada Leptospirosis!
jpnn.com - Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah di Indonesia, terutama Jakarta, Bengkulu dan beberapa wilayah lain di Indonesia, membuat sungai dan saluran air meluap hingga menyebabkan banjir. Tak tanggung-tanggung, di Bengkulu, hingga Sabtu (27/4) lalu, banjir mengakibatkan 17 orang meninggal dunia dan 12 ribu warga harus mengungsi.
Adapun di Jakarta, sebanyak 1.317 orang mengungsi. Tak hanya itu, banjir juga membawa ancaman lain berupa penyakit berbahaya, salah satunya adalah leptospirosis.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Spiroseta. Hewan maupun manusia dapat terinfeksi bakteri ini. Kasus leptospirosis umumnya meningkat di musim hujan dan pasca banjir.
Penyebabnya, dalam kondisi tersebut, masyarakat lebih sering berkontak dengan air kotor (air banjir/air tanah) yang telah terkontaminasi urine hewan, khususnya tikus, yang mengandung kuman penyebab leptospirosis. Bila tidak segera diobati, komplikasi serius, seperti kesulitan bernapas, perdarahan, gagal ginjal atau hati, hingga meningitis pun bisa muncul.
Leptospirosis dan gejalanya
Sebenarnya, leptospirosis bukanlah penyakit baru. Bahkan, menurut dr. Atika dari KlikDokter, leptospirosis adalah masalah kesehatan besar di Indonesia.
“Saat Indonesia dilanda banjir besar Januari 2002 silam, terjadi outbreak leptospirosis, terutama di wilayah Jakarta. Lalu, meningkat lagi pada 2006. Memasuki 2007, terdapat 667 kasus dan 93 persen dapat terkonfirmasi secara laboratorium,” ujar dr. Atika.
Agar pendeteksian leptospirosis tidak terlambat, cobalah kenali beberapa gejalanya di bawah ini. Kalau tidak peka terhadap gejala spesifiknya, penyakit ini sering rancu dengan demam berdarah dengue (DBD). Adapun gejala yang dimaksud, meliputi: