Banjir Melanda Kota Medan, Wakil Wali Kota Ogah Disalahkan
Dia menuturkan, setelah nanti keluar MoU dari BWSS II, bukan tidak mungkin Pemko Medan bisa melakukan tindakan secara kedaruratan untuk menangani sungai.
Sebab, tanpa ada MoU tersebut Pemko Medan tidak bisa menangani masalah sungai. Hal itu dikarenakan tugas dan kewenangan hanya sampai pada drainase, sedangkan sungai tak termasuk.
“Saat ini kita hanya bisa merapikan pinggiran sungai tetapi tidak membangun. Namun, itu pun harus ada MoU yang memperbolehkan. Untuk itu, rencana ke depan dari MoU yang dilakukan, kalau memang diizinkan kemungkinan kami akan merapikan pinggiran sungai ini,” sebutnya.
Diutarakan Akhyar, mengatasi persoalan banjir di Medan sungainya terlebih dulu harus dibenahi sebagai muaranya.
“Pemko Medan sudah membenahi yang sekunder (drainase) di mana mengalirkan ke primer (sungai). Jadi, kalau hanya yang sekunder dibenahi termasuk yang tersier dan kuarternya (parit atau selokan), tak ada guna bila primernya juga tak dilakukan,” cetusnya.
Dia menambahkan, mengatasi banjir di Medan tidak bisa bekerja sendiri-sendiri dan harus ada grand desainnya. Sebab, saat ini terjadi persoalan sosial terhadap masyarakat di pinggiran sungai. Pasalnya, masyarakat tidak hanya tinggal di pinggiran saja tetapi sudah di badan sungai.
“Harus ada pemukiman kembali masyarakat atau resettlement, bukan relokasi. Artinya, pemukiman itu dipindahkan ke tempat sekitar sungai juga bukan dipindahkan ke tempat yang jauh. Dengan begitu, masyarakat yang terkena proses itu tidak terganggu proses kehidupannya,” pungkasnya.
Sementara, Anggota DPD RI asal Sumut, Parlindungan Purba mengatakan, persoalan banjir di Medan ini harus melibatkan semua pihak. Oleh sebab itu, akan meminta kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR dan Balai Sungai untuk membuat master plan desain penanganan sungai yang ada di Medan termasuk juga di Sumut.