Bapak Tiga Periode
Oleh: Dhimam Abror Djuraidjpnn.com - Raja-raja Jawa di masa lalu suka membuat gelar untuk dirinya sendiri, dengan tujuan menciptakan legitimasi kekuasaan di mata rakyat.
Gelar itu bisa panjang dan menggabungkan beberapa julukan untuk memperkuat kekuasaan dan legitimasinya.
Sultan Yogyakarta sejak Perjanjian Giyanti 1775--yang memecah Mataram menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta--mempunyai gelar berderet ‘’Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama Kalipatullah’’.
Raja Surakarta mempunyai gelar sedikit lebih pendek, yaitu ‘’Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sunan Paku Buwono Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama’’.
Gelar panjang itu untuk memberi legitimasi bahwa kekuasaan seorang raja Jawa sangat luas, mencakup kekuasaan dari langit dan kekuasaan religius untuk menjaga agama Islam.
Raja Jawa mempunyai silsilah keturunan dari Nabi Muhammad SAW (sayidin). Raja juga seorang panglima tertinggi angkatan bersenjata (senapati ing alaga), dan hamba Allah yang menjadi wakilnya di bumi (kalipatullah).
Gelar itu berderet-deret dan bergengsi. Kenyataannya, Kerajaan Mataram sudah tercabik-cabik oleh konflik dan kemudian meminta bantuan Belanda untuk melakukan intervensi.
Setelah konflik selesai Belanda memecah Mataram menjadi dua.