Bareskrim Tetapkan 7 Tersangka Kasus Benjina, Begini Modusnya
jpnn.com - JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri akhirnya menetapkan tujuh tersangka dugaan perdagangan orang di PT Pusaka Benjina Resources di Benjina, Kepuluan Aru, Maluku. Kepala Unit Human Trafficking Bareskrim Polri AKBP Arie Darmanto menjelaskan, lima dari tujuh tersangka merupakan warga negara Thailand yang berprofesi sebagai nakhoda kapal.
Mereka adalah Hatsaphon Phaetjakreng, nakhoda kapal Antasena 141; Boonsom Jaika, nakhoda kapal Antasena 311; Surachai Maneephong, nakhoda kapal Antasena 142; Somchit Korraneesuk, nahkoda kapal Antasena 309. Yang terakhir, Yongyut N, nahkoda kapal Antasena 838.
Para tersangka ini diduga keras melakukan tindak pidana perdagangan orang yang melanggar Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). "Pasal yang disangkakan adalah pasal 2 dan atau pasal 3," ungkap Arie.
Tersangka lain adalah Hermanwir Martino yang menjabat sebagai Pjs Pimpinan PT PBR Benjina. Hermanwir dijerat pasal 2 dan 3 UU TPPO juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan pasal 13 UU TPPO. "Untuk pasal 13 (Korporasi) tersangka dalam melakukan tindak pidana tersebut bertindak untuk atas nama perusahaan yaitu PT PBR Benjina," ujar Arie.
Berikutnya, tersangka Mukhlis Ohoitenan alias Mukhlis. Tersangka dijerat pasal 2 dan atau 3 UU TPPO juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Arie menjelaskan tersangka Hatsaphon, Boonsom, Hermanwir, Mukhlis, ditangkap pada Jumat 8 Mei 2015 di PT PBR Benjina. Sedangkan Surachai, Somchit, ditangkap Senin 11 Mei 2015 sekitar pukul 11.00.
"Sedangkan terhadap tersangka Yongyut akan dilakukan pemanggilan sebagai tersangka karena nahkoda tersebut masih dalam proses hukum oleh PSDKP Tual. Namun untuk kapal Antasena 838 akan dilakukan penyitaan," kata Arie, Selasa (12/5).
Modus operandi para pelaku, kata Arie, bermula saat para anak buah kapal WN Myanmar direkrut di Thailand. Dokumen seaman book atau buku pelaut mereka dipalsukan. Mereka kemudian dibawa masuk ke wilayah Indonesia oleh nahkoda. Para ABK WN Myanmar ini dipekerjakan dengan waktu kerja yang berlebihan dan dengan gaji yang tidak jelas.