Bawaslu: UU Pemilu Dorong Kolaborasi Jahat
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad mengatakan Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 8 tahun 2012 membuka peluang bagi caleg, penyelenggara dan pemilih untuk berkolaborasi jahat. Kolaborasi jahat yang dimaksud adalah berupa jual-beli suara yang diinisiasi oleh para caleg.
"Kejahatan dan kecurangan pemilu 2014 ini tidak terlepas dari sistem dan undang-undang pemilu itu sendiri. Anehnya, sistem suara terbanyak itu sudah diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Muhammad, di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (14/5).
Terjadinya jual-beli suara antara penyelenggara dengan caleg, atau pemilih dengan caleg, lanjut Muhammad, karena ada pesanan. Modusnya pun banyak, seperti terjadi pada 13 KPPK Kabupaten Pasuruan, yang menjual suara ke caleg tertentu untuk kursi DPRD I Jawa Timur.
"KPU mengakui jika telah terjadi mismanagement termasuk banyak tertukarnya surat suara di hampir semua provinsi. Caleg pun panik formulir C1 plano yang masuk ke KPU berbentuk scanning itu kurang dari 50 persen dan validitasnya diragukan karena banyak yang ditipeks dan coret-coretan," jelasnya.
Selain itu kata Muhammad, Bawaslu juga menyayangkan ditolaknya saksi di setiap TPS, KPPS dan KPPK, sehingga tidak mungkin seorang saksi bisa bekerja siang-malam sampai tiga hari sendirian. "Seorang saksi tak mungkin bisa bersaksi untuk TPS di setiap kelurahan/desa yang jumlah TPS-nya mencapai 100 TPS. Untuk itu ke depan, saksi itu harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh," sarannya.
Akibatnya ujar Muhammad, Bawaslu obral rekomendasi untuk kelancaran pemilu yang amburadul tersebut. "Kalau rekomendasi tidak dikeluarkan, kecurangan dan penggelembungan suara akan makin brutal dan terang-terangan. Di sisi lain, kewenangan Bawaslu terbatas, karena tidak bisa menangkap pelanggar pemilu termasuk politik uang, sehingga menyerahkan pada kepolisian dengan batas waktu hanya 21 hari, dan setelah itu tidak berlaku lagi," pungkasnya.(fas/jpnn)