Bayar Rp 1 Juta Skripsi Beres
Yang paling mengejutkan, kata dia, para pemainnya merupakan oknum dosen dan asisten dosen. ”Pengalaman saya dulu, para dosen langsung berkomunikasi dengan mahasiswa mengenai hal itu,” ungkapnya.
Namun, kata dia, ada juga dosen yang malu-malu kucing untuk berkomunikasi dengan mahasiswa sehingga menggunakan perantara, asisten dosen. ”Ada gayanya langsung dan terang-terangan. Ada juga yang lewat asistenya,” beber pria ramah ini.
Tawar menawar, biasanya dilakukan di luar kampus, diantaranya di tempat makan atau ditempat lainya. ”Ada yang di rumah dosennya,” jelasnya.
Teman-teman seangkatannya yang mampu membayar uang sebesar Rp 3.500.000, kata dia, bisa mendapatkan satu buah skripsi yang sudah jadi. ”Udah beres. Pokoknya udah beres,” ungkapnya.
Pembuatan skripsi oleh dosen terhitung sangat cepat. Tidak perlu menunggu lama. Hanya butuh waktu satu bulan saja. ”Maksimal satu bulan saja,” jelasnya.
Menurut Anderson, kebanyakan teman-temanya dipengaruhi doktrin tentang sulitnya menempuh sidang skripsi, jika tidak meminta bantuan joki skripsi. ”Tapi semua itu nggak bener sih,” ungkapnya.
Di kelas Anderson, dari 30 mahasiswa akttif, hanya lima orang saja yang membuat skripsinya sendiri. ”Sisanya bikin ke dosen. Itu mayoritas,” ungkapnya.
Anderson merasa hal ini merupakan kebiasaan yang kurang baik dan seharusnya sebuah kampus harus memiliki budaya riset yang tinggi. ”Skripsi ini merupakan sarana awal membiasakan mahasiswa melakukan riset,” kritiknya yang mengecam praktik penjokian skripsi. (mg10)