Bayaran tak Pernah Telat, Tarkam Dianggap Lebih Profesional
Pemain-pemain yang berlabel profesional, membuang jauh predikat itu untuk sementara waktu. Mereka rela menjadi bagian dari pemain amatir, demi uang Rp 750 ribu sampai Rp 6 juta sekali main.
Karena tak semua daerah ada Tarkam, pemain pun berburu undangan. Kebetulan, di luar pulaulah yang sedang banyak Tarkam.
"Fenomena ini pasti ada kalau jeda kompetisi. Tapi, sekarang ada terus tak perlu nunggu jeda kalau mau ikut," ucap Manahati Lestussen, eks kapten Timnas U-23.
Opsi ikut tarkam menjadi pilihan favorit pemain karena jelang lebaran, tanpa kompetisi, tanpa ada turnamen resmi, klub pun mati suri. Jangankan dapat bonus alias THR lebaran, gaji bulanan ada itu sudah bagus. Sebagian klub malah tak lagi menggaji pemain karena terminasi kontrak.
"Kami hidup dari main bola. Dimana ada pertandingan, kami dibutuhkan. Kami siap. Jangan ngomong profesional atau tidak, yang penting ada uang untuk lebaran dengan keluarga," ujar salah satu pemain senior, Zulkifli Syukur.
Pemain yang belum digaji Persija, Ramdani Lestaluhu, pun mengamini pernyataan seniornya. Ramainya pertandingan tarkam, menurutnya lebih baik dari saat berkostum klub Pro. Pasalnya, gaji tak pernah telat, dan bayaran pasti didapat setelah laga.
"Kalau di klub kami tak digaji empat bulan. Tapi di tarkam, setiap pertandingan dapat..," ujarnya terkekeh. (dkk/jpnn)