Begini Kekhawatiran Al Araf dan Pegiat HAM terhadap Revisi UU TNI
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menyampaikan sejumlah kekhawatirannya terkait wacana revisi UU TNI yang belakangan mengemuka ke publik.
Salah satu yang dikhawatirkan Al Araf adalah berubahnya sistem demokrasi yang menghormati prinsip negara hukum ke rezim otorianisme militer karena perubahan itu fluktuatif.
Hal itu disampaikan Al Araf dalam diskusi “Telaah Kritis Revisi UU TNI dalam Perspektif Politik, Hukum, dan Keamanan” yang diselenggarakan LBH Pos Malang, YLBHI, kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Imparsial di Malang, Rabu (31/5).
Dia menyebut perubahan sistem dari otoriter ke demokrasi, lalu kembali ke junta m?i?liter tidak hanya terjadi di banyak negara di Amerika Latin, tetapi juga dialami negara-negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Myanmar.
"Nah, karena pergerakan politik yang dinamis maka kita harus mengantisipasi persoalan Rancangan Undang-Undang TNI ini, karena perubahan sistem politik dari demokrasi ke otoriter sudah banyak terjadi," ujar Al Araf sebagaimana siaran pers diterima di Jakarta.
Peneliti senior IMPARSIAL itu mengatakan perubahan dari sistem demokrasi ke otoritarianisme militer itu selalu diikuti menguatnya peran politik militer di ranah sipil, yakni ketika militer di sebuah negara terlibat dalam politik praktis dan berhasil membangun ruang politiknya.
Menurut dia, saat ini perlahan militer sudah masuk ke ranah sipil. Kalau itu terjadi maka konsekuensinya ruang demokrasi bakal terancam.
"RUU TNI yang beredar saat ini seperti kotak pandora, jika ini berhasil disahkan oleh DPR dan pemerintah maka konsekuensinya demokrasi Indonesia dalam keadaan terancam dan bahaya," ujar dia.