Belajar Hospital Tourism di Fuda Cancer Hospital Guangzhou, Tiongkok (1)
Jumat Antar Pasien ke Masjid, Minggu Jalan-Jalan Wisata’’Kami bisa memahami (kebiasaan pasien itu, Red) karena dokter di sini total melayani dan untuk visite mereka tidak dibayar,’’ terangnya.
Di Tiongkok dokter tidak boleh berpraktik di lebih dari satu rumah sakit. Tidak seperti di Indonesia yang memungkinkan dokter bertugas di banyak rumah sakit. Karena itu, dokter-dokter di Tiongkok dapat dengan cepat menyesuaikan bila ada perubahan-perubahan jadwal pemeriksaan.
’’Bayaran mereka hanya dari gaji bulanan, plus bonus tahunan jika kinerjanya bagus. Karena itu, dokter di sini bisa lebih fokus terhadap pasiennya,’’ terang Fanny sembari menambahkan gaji dokter di Tiongkok Rp 20 juta–Rp 40 juta per bulan.
Lantaran hanya berpraktik di satu rumah sakit, para dokter jadi lebih ramah dan tidak terburu-buru atau dikejar waktu saat memeriksa pasien. Saat ada visite, pasien juga bisa bertanya sepuasnya. Kerja sama antardokter spesialis juga lebih mudah di Tiongkok sehingga pelayanan kepada pasien lebih prima dan menyeluruh.
Lain lagi dengan kebiasaan pasien dari Indonesia dan keluarganya. Mereka sering memesan makanan sendiri dari para juru masak di kantin rumah sakit. Padahal, pengelola rumah sakit sudah menyediakan stan khusus makanan Indonesia. Lantaran cenderung merugikan pihak rumah sakit, sejak satu setengah tahun lalu, stan itu ditutup.
’’Sekarang tidak ada lagi stan Indonesian food itu,’’ terang Fanny saat mengajak makan di kantin.
Yang juga lain dari rumah sakit di Indonesia, pasien-pasien di Fuda boleh jalan-jalan ke luar rumah sakit. Dengan catatan, mereka harus lapor dulu ke dokter yang bertugas. Setelah itu, dokter akan mengecek kondisi kesehatan si pasien. Jika kondisinya memungkinkan, mereka diperbolehkan pergi. Biasanya para pasien pergi ke pusat perbelanjaan atau sekadar jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Tujuannya, membunuh rasa bosan.
’’Setiap pasien asing punya nomor telepon penerjemah yang bertugas di sini. Sehingga, bila terjadi apa-apa, mereka bisa mengontak si penerjemah untuk meminta bantuan,’’ ujar Lina Tjahjadi, salah seorang penerjemah bahasa Indonesia yang asli Indonesia.