Berbeda dengan Jakarta, Surabaya Tidak Ramah kepada Kelompok Intoleran
jpnn.com, JAKARTA - Kota Surabaya dianggap sebagai kota metropolitan paling damai dan nyaman dibanding kota lainnya di Indonesia. Terutama terkait konflik horizontal yang berbasis pemahaman agama. Hampir tidak pernah terjadi kekerasan atau konflik berbasis agama di Kota Pahlawan.
Ketua Tanfidiziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya KH Muhibbin Zuhri mengatakan, lembaga-lembaga lintas agama saling mengedepankan toleransi dan saling bekerja sama di Kota Pahlawan itu.
“Di Surabaya, kelompok-kelompok intoleran seperti yang ada di Jakarta tidak bisa berkembang. Kalaupun ada, itu secepatnya bisa diselesaikan sehingga tidak sampai meresahkan. Forkopimda bersama organisasi-organisasi keagaman saling melakukan koordinasi dan komunikasi,” kata Muhibbdin dia dalam keterangan yang diterima, Senin (4/1).
Muhibbidin mengatakan, selama ini lembaga-lembaga yang bergerak dalam kerukunan beragama, sering bekerja sama dan membangun komunikasi yang baik. Dia mencontohkan ada Banser, Ansor, pemuda gereja, atau ormas keagamaan lainnya.
“Apalagi selama pandemi Covid-19 ini, saling bekerjasama untuk memutus mata rantai penyebarannya. Hal seperti ini yang membuat Surabaya damai,” ungkapnya.
Begitu pula yang dilakukan pemerintah, lanjutnya, baik Pemkot Surabaya maupun DPRD, telah mendukung suasana kondusif dan damai tersebut.
“Para anggota dewan atau politikus, tidak menciptakan politik aliran atau mempolitisasi agama. Ini tentu perlu mendapat apresiasi, karena politisasi agama tidak dilakukan oleh para politikus di Surabaya,” ujarnya.
Muhibbin berharap toleransi di Surabaya dijaga dan ditingkatkan lebih aktif lagi dengan cara antarumat beragama saling bekerja sama, mulai dari masalah sosial hingga pemberdayaan ekonomi umat. “Begitu pula pemerintah sering menyapa, mengadakan dialog agar jika ada masalah bisa diatasi sejak dini,” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat sosial dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Andri Arianto mengatakan, warga Surabaya sangat memahami multikulturalisme dan pluralisme dengan baik.
“Warga Surabaya itu memberikan penghormatan kepada semua kelompok, semua pemikiran agama. Umat beragama dari semua agama bisa berkumpul dengan baik. Karena secara kepribadian mencerminkan budaya sosionasionalis yang baik,” katanya.
Menurut dia, jika ada ormas yang bermasalah atau memperkeruh suasana, maka otomatis tidak bisa diterima di Surabaya. “Apakah ada ormas yang keras? Jawabannya ada. Tetapi mereka tidak bisa berkembang karena tidak diterima oleh warga Surabaya,” tandas dia. (tan/jpnn)