Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Beribu Keruwetan untuk 8.000 Hektare Lahan

Senin, 25 Agustus 2014 – 01:10 WIB
Beribu Keruwetan untuk 8.000 Hektare Lahan - JPNN.COM

Berbuat atau tidak berbuat
Berbuat berisiko
Tidak berbuat tidak berisiko
Berbuat?
Tidak perlu berbuat?

***
BERBUAT atau tidak berbuat. Itulah yang harus diputuskan untuk mengurai kekusutan 8.000 hektare lahan perkebunan BUMN di Medan. Sudah bertahun-tahun lahan itu diduduki orang. Ribuan rumah permanen berdiri di lahan tersebut. Setiap hari jumlahnya bertambah. Tanpa bisa dicegah.

Dari 8.000 hektare itu, yang jadi rumah mencapai 4.000-an hektare. Tapi, karena letak rumah-rumah itu bertebaran, tanah kosong yang kalau dijumlah masih 4.000 hektare itu tidak bisa dikuasai juga.

Secara hukum, tanah itu milik PTPN II (Persero). Tapi, kenyataannya penuh dengan masalah. Ribuan kasus hukum terjadi di situ. Itulah profil wilayah perkebunan yang terus terdesak oleh perkotaan. Itulah perkebunan yang sudah tidak ada kebunnya.  Itulah perkebunan yang sudah lebih banyak rumah ilegalnya daripada pohon sawitnya.

Di zaman Belanda, perkebunan itu memang berada di luar Kota Medan. Jumlah penduduk Medan yang sedikit saat itu tidak menjadi ancaman sama sekali. Kian lama penduduk bertambah. Kemiskinan juga meluas.

Maka, pada zaman kegembiraan kemerdekaan, sebagian wilayah kebun itu ikut "merdeka". Ribuan hektare berubah menjadi permukiman dadakan.

Sekian tahun kemudian jumlah penduduk meledak. Kemiskinan juga kian besar. Pada pergolakan 1965, terjadi hal yang sama. Ribuan hektare lagi berubah wujud. Ledakan jumlah penduduk tidak pernah berhenti. Kota Medan terus diperluas. Pada zaman riuhnya reformasi 1998, sekian ribu hektare lagi berubah pula menjadi permukiman tiba-tiba.

Hingga hari ini, desakan penduduk ke wilayah perkebunan itu terus terjadi. Rumah baru terus bertambah. Pohon sawit yang masih hidup disiram minyak. Agar mati pelan-pelan. Agar ada alasan untuk ditebang. Lalu, diduduki. Didirikan rumah. Gerakan seperti itu nyaris terstruktur, sistematis, dan masif.

Pelanggaran itu sebenarnya sering diadukan. Tapi, proses bertambahnya kasus lebih cepat daripada penyelesaiannya. Misalnya dilakukan tindakan keras, yang melawan lebih besar daripada jumlah petugas.

Berbuat atau tidak berbuat Berbuat berisiko Tidak berbuat tidak berisiko Berbuat? Tidak perlu berbuat? *** BERBUAT atau tidak berbuat. Itulah yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News