Berita Terbaru soal Dampak Tiket Pesawat Mahal dan Bagasi Berbayar
jpnn.com, JAKARTA - Dampak kenaikan harga tiket dan bagasi berbayar yang diterapkan sejumlah maskapai penerbangan, tidak hanya menekan pertumbuhan industri pariwisata.
Namun juga merembet ke Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) yang menjajakan oleh-oleh dan hotel. Melihat berbagai dampak akibat kenaikan harga dan bagasi berbayar, Direktorat Jenderal perhubungan Udara pun mengkaji ulang peraturan menteri tentang aviasi.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira mengatakan okupasi hotel bintang satu hingga akhir tahun 2018 hanya 44 persen. Industi pariwisata menjadi salah satu tumpuan ekonomi masyarakat di daerah wisata.
Pemerintah tengah gencar mempromosikan sepuluh destinasi wisata Bali baru. “Itu akan berdampak pada wisatawan lokal maupun asing,” jelasnya akhir pekan lalu di Cikini, Jakarta Pusat
Bhima mengatakan akar permasalahannya ada pada biaya avtur dan nilai tukar rupiah. Biaya avtur ini kan permintaan besarnya Pertamina, sehingga pemerintah bisa meregulasi Pertamina. Dalam jangka panjang, infrastruktur untuk avtur harus dibangun khususnya di daerah luar Jawa.
BACA JUGA: Dampak Bagasi Berbayar: Porter Ditanya Istri, Mengapa Pulang Bawa Uang Sedikit
Akar masalahnya yakni, infrastruktur penyaluran avtur yang tidak efisien, sehingga harganya di Indonesia jauh lebih mahal dari Singapura dan Malaysia. “Yang bikin mahal salah satunya karena infrastruktur,” paparnya.
Para millenial akan mengurangi jalan-jalan jika harga tiket tinggi dan akan berdampak pada pariwisata nasional. “Kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal pasti akan turun,” paparnya.