Berkaca dari Palu, Bupati Usul Bandara Alternatif ke Jokowi
"Kita tidak tahu, apakah landasan pacu Bandara Piobang, masih bisa digunakan atau tidak. Tapi memang, melihat keunggulan komoditi yang dihasilkan masyarakat Limapuluh Kota, kita sudah butuh bandara. Selain untuk mendukung ekspor komoditi unggulan yang saya sebut tadi, bandara ini juga diperlukan untuk mitigasi bencana. Jika sewaktu-waktu terjadi bencana seperti di Palu dan Donggala, saat ini," kata Irfendi Arbi.
Ketua DPC PDIP Limapuluh Kota ini mengaku, pernah menyampaikan soal keberadaan Bandara Piobang langsung kepada Presiden Jokowi.
"Tapi, memang belum saya sempat bicara panjang lebar kepada Pak Presiden. Tapi Pak Presiden sempat bertanya, mana proposalnya. Dan sampai kini, memang belum saya teruskan, karena saya tidak tahu, harus lewat meja mana bisa sampai kepada Pak Presiden," kata Irfendi Arbi dengan nada merendah, seraya berharap Menteri Amran dapat meneruskan gagasan Bandara kepada Presiden.
Sebelumnya, wacana pembangunan bandara baru di Sumbar, terutama Bandara yang bisa difungsikan untuk mitigasi bencana, sudah lama diserukan para aktifitis, jurnalis, dan pemerhati di provinsi ini.
Bahkan, Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi yang bertetangga dengan Limapuluh Kota, juga sudah lama menyerukan tentang pentingnya membangun bandara baru di Sumbar untuk mitigasi bencana dan logitik, jika sewaktu-waktu terjadi megathrust di daerah ini.
"Dari dulu, pemikiran seperti itu (pembangunan bandara baru di Sumbar,red) sudah kita sampaikan. Tujuan kita dulu mengapungkan gagasan pembangunan bandara, memang untuk mitigasi bencana dan logistik. Dua inilah yang akan dikembangkan," kata Riza Falepi Padang Ekspres, Juli lalu.
Riza menyebut, sudah ada perantau yang bersedia memberikan tanahnya kepada pemerintah kota untuk pembangunan bandara mitigasi bencana dan logistik tersebut. "Terlepas tanahnya bermasalah atau tidak, ada perantau yang memberikan tanah kepada kita sekitar 300 hektare. Lokasinya memang di Limapuluh Kota. Cuma, tidak ada respons dari pemerintah kabupaten. Akhirnya saya hanya bisa diam saja," kata Riza Falepi.
Menurut Riza, tanah seluas 300 hektare untuk pembangunan bandara mitigasi bencana dan logistik, memang diamanahkan oleh perantau tersebut kepada dirinya. "Tanah itu memang diamanahkan kepada saya sebagai pencetus ide ini (pembangunan bandara-red). Tapi, saya juga tidak bisa jalan, kalau seandainya pemerintah kabupaten tidak respons," kata Riza Falepi.