Berpengaruh di Kapal Fery dan Nelayan
JAKARTA - Pembatasan BBM bersubsidi ternyata masih menyisakan masalah. Salah satu sektor yang terkena dampak kebijakan baru itu adalah kapal penyeberangan dan kapal nelayan. Untuk mengatasi permasalahan itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana mengembangkan kapal berbahan bakar gas.
Hal itu dikatakan Dirjen Perhubungan Laut Capt Boby R Mahamit kemarin (26/8). Dia menjelaskan pembatasan BBM bersubsidi itu tdiak hanya berpengaruh di sektor angkutan darat, namun juga berdampak di bidang kelautan.
"Khususnya bagi kapal penyeberangan dan kapal nelayan. Mereka harus menanggung masalah akibat pembatasan BBM itu," paparnya.
Dia mencontohkan kapal penyebarangan di Merak ke Bakahueni. Dari informasi yang dia himpun jumlah BBM subsidi yang mereka terima berkurang cukup signifikan. Menurut dia, kuota yang awalnya 6500 kiloliter perbulannya dipotong menjadi 5000 kiloliter. "Jumlah itu tidak aman. Jika tidak ditambah akan habis pada bulan November," ujarnya.
Pengaruh lain yakni aturan itu membuat pengusaha mengurangi frekuensi kerja kapal fery. Bahkan, nantinya mengakibatkan sejumlah pengusaha kapal akan gulung tikar.
Boby mengatakan jika dibiarkan maka akan menimbulkan kemacetan di jalur penyeberangan baik itu di Merak maupun Bakauheni. "Karena kapal terbatas dan tidak bisa melayani kendaraan yang akan menyeberang," tuturnya.
Tak hanya Ferry, kapal nelayan pun terkena imbas dari regulasi yang dikeluarkan BPH Migas itu. Menurut laporan, kini kapal nelayan di Muara Baru banyak yang tidak bisa melaut. "Mereka tidak bisa berlayar lantaran tidak punya uang untuk beli BBM," ujar Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Muara Baru, Capt Mardyantika Sanggur.
Menurut dia selama ini kapal nelayan menggantungkan pasokan BBM tambahan dari kapal-kapal tongkang. Mereka membelinya. Namun karena pembatasan itu, pemilik kapal tongkang enggan menjual BBM. "Soalnya mereka juga butuh BBM," jelasnya.
Lutfi Syarif Ketua Tim Tarif Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) regulasi itu membuat gangguan di Kalimantan. Dia mencontohkan kapal penyeberangan dari Balikpapan menuju Mamuju yang kini terpaksa mengurangi pelayanan.
Sebab pasokan BBM bersubsidi dikurangi hingga 20 persen. Dalam satu minggu biasanya setiap hari ada kapal yang melayani rute itu. Namun kini layanan penyeberangan itu hanya ada lima hari saja.
Setelah Kalimantan, dampak pembatasan itu akan beranjak ke Merak. Dia mengaku sampai kini di pelabuhan penyeberangan itu masih belum banyak permasalahan. Pasalnya cadangan BBM masih tersisa sampai November. Namun setelah itu, kapal penyeberangan akan merasakan dampaknya. "Mereka juga akan mengurangi jumlah penyeberangan," tuturnya.
Dia mengatakan dalam satu hari jumlah kapal yang melayani penyeberangan sekitar 28-30 kapal. Satu kapal memerlukan 18 ribu liter BBM per harinya.
Lutfi mengatakan seharusnya pemerintah menjamin keberadaan bersubsidi BBM. Apalagi bagi angkutan umum dan angkutan penyeberangan. Sebab tugas kedua transportrasi itu melayani masyarakat. Menurut dia justru angkutan pribadi yang harus dibatasi penggunaan BBM bersubsidi. "Itu untuk menekan terus naiknya jumlah kendaraan pribadi," tuturnya.
Salah satu solusi untuk mengatasi pembatasan adalah dengan mengganti kapal yang berbahan bakar solar dengan gas. Boby mengatakan rencana itu sduah sejak dulu digodok oleh Kemenhub.
Menurut dia tidak sulit untuk merubah kapal berbahan bakar BBM menjadi berbahan bakar LNG. "Cukup dengan memasang converter di kapal. Setelah terpasang siap dijalankan," terangnya.
Kini Kemenhub sedang menggodok aturan untuk pengalihan kapal itu. Yang menjadi titik tekan adalah aturan keselamatan. Misalnya bagaimana cara evakuasi jika terjadi kecelakaan, atau di mana letak mesin gas agar tidak membahayakan penumpang. Menurut dia, ika pembahasan itu berjalan lancar maka tahun depan usulan itu bisa direalisasikan.
Namun, kata dia, kebijakan itu harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur. Seperti SPBU Gas di setiap pelabuhan. Boby itu merupakan tugas dari PGN. "Kalau tidak ada kesiapan infrastruktur pendukung, tidak mungkin pemilik kapal mau beralih ke bahan bakar gas," ucapnya. (aph)