Bersepeda Melintasi Andalusia dan Mendaki Gunung Tertinggi Afrika Utara (2-Habis)
Senin, 16 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Setiba di Marrakes, kami bertiga makan malam di sebuah kafe di kawasan lapangan Jemaa el Fna (Jemaa el Fna Square), lalu mencari warung internet buat melengkapi data yang kami perlukan. Setelah itu, kami bermalam di salah satu kamar kontrakan mahasiswa Indonesia di kota tersebut. Sebelum memejamkan mata, pikiran saya masih dipenuhi rencana apa yang harus dilakukan.
Semua peralatan untuk pendakian ada di Rabat. Namun, ada peluang di depan pelupuk mata. Tidak sekadar bonek (bondo nekat). Tapi, semua sudah saya perhitungkan. Dengan pemikiran, kalaupun tidak punya tenda, setidaknya bisa bermalam di hut (pondok pendaki)
Keesokan harinya, dengan menumpang taksi, kami menuju Imlil. Dari sana kami berjalan kaki sekitar enam jam sampai hut terakhir yang dinamai Refuse du Toubkal (3.207 meter). Kami berkemah dengan tenda sewaan dari hut dan menggunakan selimut tebal sebagai pengganti sleeping bag. Malam itu hujan lebat diawali hujan es. Suhu udara meluncur drastis ke kisaran 12 derajat Celsius. Tapi, kami bertiga bertahan di dalam tenda, meringkuk dalam selimut.