Bertemu SBY di Cikeas, Bamsoet Terima Usulan Kaji Ulang UUD NRI 1945 & Sistem Pemilu
"Semisal tidak ada ketentuan dalam konstitusi tentang tata cara pengisian jabatan publik yang pengisian jabatannya dilakukan melalui Pemilu. Seperti jabatan presiden dan wakil presiden, anggota MPR RI, DPR RI, DPD RI, hingga DPRD Kabupaten/Kota, apabila Pemilu tidak bisa dilaksanakan tepat waktu karena gempa bumi megathrust, perang, kerusuhan massal, maupun karena pandemi, sementara masa jabatannya telah berakhir," kata Bamsoet.
Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, dalam hal sistem demokrasi pemilihan langsung yang dihasilkan melalui empat kali amandemen konstitusi, justru menimbulkan berbagai persoalan moral hazard seperti money politic.
Akibatnya, para Caleg yang maju dalam Pileg membutuhkan dana kampanye yang tidak sedikit, sehingga seringkali terikat pada sponsor dan kekuatan oligarki.
"Pak SBY merasakan langsung parahnya money politic pada Pemilu 2024 lalu. Biaya yang dikeluarkan para Caleg pada saat pemilu cenderung mahal. Bahkan, disebut ada Caleg yang sampai mengeluarkan uang Rp 40 miliar hingga Rp 100 miliar untuk menjadi anggota DPR RI," kata Bamsoet.
Oleh karena itu, kata Bamsoet, SBY menyarankan perlu dilakukan kajian mendalam apakah sistem demokrasi langsung lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya.
Bisa jadi hasil kajian menemukan sistem demokrasi langsung justru memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan sistem perwakilan seperti yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi.
"Kami semua tentu tidak ingin sistem demokrasi Indonesia ke depan terus berdasarkan NPWP atau nomor piro wani piro. Akibatnya nanti negara terjebak pada kekuasaan oligarki dan plutokrasi. Karena itu, kita perlu merefleksi kembali pelaksanaan sistem demokrasi pemilihan langsung di Indonesia," pungkas Bamsoet. (jpnn)