Bertinju Pakai Otak dan Hati
jpnn.com - DI Indonesia, tidak banyak petinju yang peduli pada pendidikan formal. Jangankan kuliah, tidak sedikit petinju yang tidak lulus sekolah. Tetapi, M. Rachman dan Tommy Seran tidak begitu. Rachman sudah mengantongi gelar Sarjana Hukum dari Universitas Putra Bangsa Surabaya, sedangkan Tommy masih intens menjalani pendidikan Evangelisasi Pribadi di Surabaya.
Rachman menyatakan, pendidikan sangat membantu karirnya bertinju. Di atas ring, dia tidak hanya memahami teknik, tetapi juga taktik dan strategi.
“Pendidikan itu penting sekali. Kalau bermain, saya pakai otak. Pakai strategi. Karena itu, sudah tua masih jago,” ujar pria berusia 43 tahun itu, lantas tertawa.
Pendidikan, lanjut dia, mengajarkan untuk berlaku disiplin, baik dalam latihan maupun pola hidup. Hasilnya terlihat jelas. Di usia yang sudah mencapai kepala empat, Rachman masih mampu berprestasi di level internasional.
Rachman menyayangkan kurangnya kepedulian para petinju tanah air terhadap pendidikan. “Prestasi seorang atlet itu di usia emas, yakni antara 30 sampai 32 tahun. Jadi, harus memikirkan karir selanjutnya. Salah satunya dengan menekuni pendidikan,” tuturnya.
Di sisi lain, Tommy selalu menyisihkan waktu di sela-sela jadwal padatnya untuk bersekolah. Pendidikan yang ditekuni saat ini sangat bertolak belakang dari tinju.
Dunia tinju sangat keras, sedangkan sekolah evangelisasi penuh kedamaian. “Saya ingin menjadi pendeta dan bisa berbuat baik untuk banyak orang,” katanya.
“Satu ketika, bila tidak lagi bertinju, saya ingin kembali ke kampung dan membagikan ilmu yang saya dapatkan di Surabaya,” ungkap pria kelahiran Atambua, Kupang, itu. Bagi Tommy, mendalami agama mendorongnya untuk bertinju dengan hati.