BI Turunkan Suku Bunga Acuan, Begini Respons Presiden Direktur CBC
jpnn.com, JAKARTA - Di balik keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI-7 Days Reserve Repo Rate), dinilai merugikan PT Bank Tabungan Negara (Persero/BTN) Tbk. Labanya dikhawatirkan tergerus.
Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri menilai keputusan BI menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) dari 5% menjadi 4,75%, sangatkah tidak tepat.
“Terkesan kuat Bank Indonesia mengabaikan fakta bahwa likuiditas perbankan di Indonesia sudah sangat ketat,” tegas Deni Daruri dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (24/2).
Selanjutnya, Deni menyebut Bank BTN sebagai salah satu contoh. “Lihatlah permasalahan yang dihadapi oleh Bank BTN yang disebabkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang sudah diatas 111 persen yang pada gilirannya menghantam labanya," ungkapnya.
Menurut Deni, dampak negatif dari penurunan tingkat suku bunga acuan, kerap diabaikan BI. Hal ini dapat terjadi, karena pembuat kebijakan moneter menganggap cost capital sebagai paradigma utama kebijakan tingkat suku bunga, dalam konteks penyaluran pinjaman dan bukan memperhitungkan suku bunga pinjaman dan suku bunga tabungan sebagai sistem bejana berhubungan yang tak terpisahkan.
Selain itu, lanjutnya, penurunan tingkat suku bunga BI semakin menghilangkan kesadaran bahwa penurunan tingkat suku bunga seakan-akan tidak berbahaya dan bahkan terpuji untuk dilakukan.
“Dalam hal ini, BI sangat konservatif tanpa memahami esensi penurunan tingkat suku bunga itu sendiri. Apa yang dilakukan BI dapat dikatakan sebagai langkah latah, mengekor apa yang dilakukan otoritas moneter RRC yang menurunkan tingkat suku bunga, karena krisis corona virus,” ungkapnya.
Selain itu, kata Deni, BI melupakan fakta dasar bahwa LDR dari perekonomian Indonesia sudah memasuki wilayah yang sangat berbahaya. Sehingga potensi sejumlah bank bakal mengalami masalah, cukup besar.