BI, UMKM dan Insentif Bunga
Oleh: MH Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RIBI menurunkan GiroWajib Minimum (GWM) sebesar 200 basis poin (bps), namun pada saat yang sama menaikkan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps.
Kebijakan ini ibarat memberikan kelonggaran pada kamar GWM namun mencekiknya kembali di kamar PLM.
Alasan menaikkan PLM sebagai usaha “menjerat” perbankan untuk membeli SBN yang akan diterbitkan oleh pemerintah.
Mungkin saja ini usaha bagus agar ada kepastian pembeli SBN, namun pada saat yang sama akan mengurangi ruang likuiditas yang dimiliki perbankan.
Harusnya dalam natur perdagangan yang sehat, produk keuangan, termasuk SBN akan diminati investor bilamana menghasilkan return yang tinggi, tanpa harus “dipaksa”.
Akal bulus ini sepertinya menunjukkan BI tidak mau bersusah payah dalam peran lender last resort.
Memang benar, namanya saja last resort, yakni sandaran terakhir bila berbagai sumber likuiditas tidak mampu berperan dengan baik.
Namun usaha ini sungguh tidak sebanding dengan “total football” yang digulirkan oleh pemerintah, bahkan sampai harus menggulirkan Perppu No1 tahun 2020 dan merubah secara fundamental komposisi APBN.