Bicara Relokasi Kedubes ke Yerusalem, Prabowo Blunder Lagi?
jpnn.com, JAKARTA - Tensi politik semakin meninggi jelang pemungutan suara Pilpres 2019 yang digelar 17 April mendatang. Dua pasangan calon presiden yang berlaga terkesan saling melempar pernyataan dan isu-isu yang menarik.
Namun, pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai ada beberapa pernyataan yang kurang tepat dan keluar dari substansi persoalan mendasar. Misalnya, terkait sikap Indonesia terhadap perjuangan rakyat dan bangsa Palestina.
Pasangan petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin menolak pemindahan Kedubes Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem, menyusul pemindahan Ibu Kota Israel tersebut. Sementara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno terkesan tidak mempermasalahkan.
"Jika Prabowo mendukung rencana pemindahan Kedubes Australia ke Yerusalem, saya anggap Prabowo tidak paham sejarah dan patut dipertanyakan ke-Islamannya," ujar Ari di Jakarta, Jumat (23/11).
Menurut pembimbing disertasi S3 di Universitas Padjajaran ini, tim komunikasi Prabowo-Sandi harusnya memberi masukan terlebih dahulu kepada Ketua Umum Gerindra itu, sebelum berpidato.
Karena akibatnya, pernyataan yang dikeluarkan Prabowo menjadi bahan cemoohan, bully serta menggerus elektabilitas pasangan capres nomor urut 02 tersebut.
"Bukankah pasangan Prabowo-Sandi ini didukung PKS dan PAN yang mengklaim mendukung perjuangan Palestina? Apa fungsi tim kampanye bersama jika perwakilan PKS, PAN serta Demokrat tidak diajak merumuskan bareng-bareng strategi komunikasi Prabowo - Sandi," ucapnya.
Menurut peraih penghargaan World Custom Organization 2014 di bidang tata kelola komunikasi ini, bukan baru kali ini saja pernyataan Prabowo blunder.