BNP2TKI Ingin Tenaga Perawat ke Jepang Bertambah
jpnn.com, OSAKA - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mendorong penambahan kuota pengiriman perawat dan tenaga kesehatan ke Jepang. Hal ini mengingat kinerja tenaga perawat dan kesehatan Indonesia sangat memuaskan pengguna dibandingkan Filipina dan Vietnam.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengatakan, pengiriman perawat, carewalker dan caregiver merupakan implementasi dari Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) yang diteken pada tahun 2007 antara pemerintah RI dan Jepang.
Bentuk kerja samanya adalah, semua barang dan jasa bebas masuk ke Indonesia, sebaliknya Indonesia bebas mengirimkan perawat dan tenaga kesehatan ke Jepang.
Menurut Nusron, akibat kerja sama ini Indonesia kehilangan potensi pendapatan bea masuk barang kurang lebih sekitar Rp 1-1,5 triliun. "Harusnya Indonesia bisa mengirim perawat yang banyak. Namun dalam praktiknya penggunanya terbatas hanya sekitar 500 perawat per tahun. Idealnya supaya seimbang, minimal 2000 perawat," kata Nusron dalam rapat terbatas persiapan evaluasi sepuluh tahun IJEPA.
Selama kunjungan di Osaka Jepang, Nusron bersama tim BNP2TKI, Kemenlu dan KJRI Osaka melakukan pertemuan intensif dengan The Overseas Human Resources and Industry Development Assosiation (HIDA), Japan International Corporation of Welfare Services dan para pengguna tenaga kerja Indonesia yang tergabung dalam Japan Indonesia Bisnis Assosiation (JIBA).
Menurut Nusron, tingkat kepuasan pengguna baik rumah sakit maupun panti lanjut usia di Jepang sangat tinggi. "Kualitas bagus. Pelanggan puas. Kemudahan sudah dikasih. Namun herannya pihak Jepang yang kurang atraktif."
Salah satu yangg menghambat perawat Indonesia dibanding Filipina dan Vietnam adalah kemampuan bahasa Jepang. Vietnam dan Philipina sebelum berangkat sudah mempunyai kemampuan bahasa Jepang level N2. Sehingga lulus tes langsung bisa bekerja.
Sementara dari Indonesia, baru N4. Sampai Jepang masih harus kursus dulu selama enam untuk bisa sampai level N3. "Enam bulan di Jepang hanya latihan bahasa untuk N3. Baru bekerja. Setelah itu setahun, ujian lagi ke level N2, baru setara dengan Vietnam. Kalau tidak segera ditingkatkan bisa kalah kompetitif. Kami akan genjot dan kerja sama dengan sekolah tinggi ilmu kesehatan di Indonesia agar mempersiapkan diri lebih dini," pungkas Nusron. (adk/jpnn)