Bos Madu, Setiap Tahun Berangkatkan 10 Karyawan ke Tanah Suci
Di tangan Wawan, Madu Pramuka tidak hanya berkutat pada penjualan berbagai jenis madu, namun terus melakukan ekstensifikasi bisnis. Misalnya, penjualan peralatan ternak lebah, penyediaan bibit lebah, pelatihan, pengobatan dengan sengatan lebah (apitherapy), hingga menyediakan wahana wisata lebah.
Atas prestasi Wawan itu, Adhyaksa Dault kembali memberikan tantangan. Dia ingin industri perlebahan yang digarap PT Madu Pramuka bisa menjadi pelatihan entrepreneurship bagi anggota Pramuka di seluruh Indonesia hingga tingkat kwartir ranting (kwaran) di kecamatan.
’’Kak Adhyaksa mengharap terciptanya lapangan pekerjaan di bidang perlebahan bagi anggota Pramuka. Kalau untuk masyarakat umum, kan sudah bertahun-tahun kami jalani,’’ jelas suami Titik Wahyuni tersebut.
Menurut Wawan, keinginan Adhyaksa itu cukup realistis. Sebab, potensi produksi madu di Indonesia per tahun masih sangat tinggi. Yakni, mencapai 2,5 juta ton dari jumlah pakan lebah yang tersedia 19,2 juta hektare.
Sementara itu, produksi madu di Indonesia saat ini baru 15 ribu–20 ribu ton per tahun. Tingkat konsumsi madu orang Indonesia juga baru 10–15 gram/kapita/tahun.
Sekjen Asosiasi Perlebahan Indonesia itu menyatakan, tren konsumsi madu di Indonesia saat ini sudah bergeser. Jika dulu orang minum madu sebagai obat, kini madu dikonsumsi sehari-hari sebagai suplemen kesehatan pengganti obat kimia.
’’Artinya, peluang bisnis perlebahan masih sangat terbuka,’’ tegasnya.
Untuk menjawab tantangan itu, kini Wawan tengah menginventarisasi area-area bumi perkemahan Pramuka di penjuru Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi tempat budi daya lebah madu.