Bukan Pertamina Monopoli, Tapi Swasta dan Asing yang Ogah Rugi
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria menilai, SPBU asing dan swasta yang ada di Indonesia tidak akan pernah mau menjual BBM premium. Karena terbukti penjualannya tidak menguntungkan, mengingat adanya kebijakan harga jual di Jawa-Bali, tidak boleh melebihi Rp 100/liter dari harga yang ditetapkan pemerintah. Sementara untuk biaya distribusi yang dikeluarkan, cukup besar.
"Jadi ini bukan karena monopoli BUMN, tapi swasta dan asing itu sendiri yang tidak mau rugi demi menyalurkan premium buat bangsa ini," ujar Sofyano, Senin (26/9).
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini menyatakan pendapatnya, menanggapi rumor berkembang. Bahwa dari hasil monopoli selama ini, Pertamina terkesan untung besar. Padahal, menyalurkan BBM ke seluruh Indonesia tetap dilakukan, semata-mata demi tanggung jawab. Meski harus mengalami kerugian.
Menurut Sofyano, Pertamina memang pernah merilis keuntungan dari penjualan BBM. Namun perlu diingat, keuntungan belum termasuk pembebanan overhead kantor pusat, impairment, interest and tax. Sehingga keuntungan tidak sampai menutupi kerugian yang dialami. Akibat tidak naiknya harga jual BBM hingga September ini.
"Padahal akibat kenaikan harga minyak dunia, dengan harga jual solar yang ditetapkan, Pertamina sudah rugi mulai Juli dan saat ini dengan harga minyak dunia yang fluktuatif, diperkirakan kerugian Pertamina sudah mencapai Rp 650/liter," ujar Sofyano.
Atas kondisi yang ada, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini menilai, sudah sepantasnya masyarakat bertanya, apakah memang Pertamina tidak boleh untung dari penugasan yang diberikan oleh pemerintah. Kalau memang demikian, maka ketika Pertamina mengalami kerugian, harusnya kerugian tersebut juga semestinya menjadi beban pemerintah.
"Saya yakin data yang dipublikasikan pihak tertentu, bahwa keuntungan besar Pertamina berasal dari penjualan BBM subsidi, sangat bisa dipelintir dan dicampurkan dengan sengaja, dengan bisnis BBM khusus atau BBM non subsidi Pertamina seperti Pertalite, Pertamax dan Pertamax Plus/Turbo," ujar Sofyano.
Kalau kondisi ini dibiarkan, maka tidak heran jika kemudian Sofyano berpandangan, Pertamina yang merupakan BUMN milik bangsa, memang diharapkan hancur dengan dikebiri dari segala sisi.(gir/jpnn)