Buku dan Film Saling Membutuhkan di Era Digital
jpnn.com, JAKARTA - Berkembangnya platform media hiburan, membuka pintu yang sangat lebar bagi karya-karya berkualitas dari media tulisan, baik novel, cerpen, puisi, bahkan biografi.
Oleh karena itu, kondisi yang memberi ruang terbuka bagi proses kreatif menulis itu harus dimanfaatkan. Namun yang penting, penulis harus cermat membaca kontrak perjanjian ketika karyanya dialihkan ke dalam film maupun bentuk hiburan lain di platform beragam, seperti film untuk bioskop, film untuk Youtube maupun media sosial lainnya.
Demikian rangkuman menarik dari acara Sarasehan ketiga Perhimpunan Penulis Satupena bertema “Dari Halaman ke Layar” yang diselenggarakan via zoom, Minggu (18/7/2021) petang.
Acara yang dipandu kritikus dan anggota Komite Film DKJ Hikmat Darmawan ini menghadirkan sutradara Garin Nugroho, novelis dan penulis Sekar Ayu, dan novelis produktif Asma Nadia.
Garin mengatakan alih wahana atau adaptasi bisa berasal dari macam-macam karya. “Sebanyak 90 persen karya film saya dari adaptasi yang berasal dari novel, cerpen, musik, dan juga puisi. Misalnya film A Perfect Fit yang baru dirilis di Netflix,” kata Garin yang baru kembali dari Eropa mementaskan karya musikalnya.
Menurut Garin, ada karya tulis baik novel maupun cerpen yang mudah dan sebaliknya sulit diadaptasi ke film. Yang mudah seperti novel “Boemi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Sebaliknya yang sulit seperti karya-karya Iwan Simatupang.
Garin juga mengingatkan adaptasi dari karya tulisan ke film harus diperhatikan peruntukkannya. Sebab jika untuk film bioskop, amat berbeda dengan film untuk platform Youtube.
“Karakter media dan penonton harus diperhatikan untuk keberhasilan adaptasi sebab beda antara penonton bioskop dan penonton Youtube,” kata Garin.