Bunga Tinggi Bertahan 2014
BI Fokus Stabilitas dan Transformasijpnn.com - JAKARTA - Kebijakan suku bunga tinggi diperkirakan bakal berlanjut hingga 2014. Hal itu terjadi setelah Bank Indonesia (BI) mengendus adanya gejolak perekonomian global maupun domestik tahun depan.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menyatakan, kelemahan struktural yang mengganggu upaya mendorong ekonomi ke tingkat lebih tinggi adalah posisi masyarakat middle income yang berada dalam masa transisi lower ke upper middle income. Dia menilai, ekspansi kelas menengah dalam satu dekade terakhir bakal berlanjut. Namun, di sisi lain, pasar domestik terus membesar.
Menurut dia, perubahan struktur permintaan agregat tersebut menimbulkan ekspansi ekonomi yang terlalu cepat dan rentan koreksi. "Hal itu terlihat dari postur transaksi berjalan yang melemah karena impor barang-barang untuk memenuhi kebutuhan segmen yang terlalu tinggi," terangnya dalam acara Bankers Dinner 2013 dengan tema Mengelola Stabilitas, Mendorong Transformasi, untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkesinambungan di Gedung BI, Kamis (14/11).
Dia menerangkan, ketidakseimbangan struktur permintaan agregat dan kapabilitas dari sisi penawaran yang kurang baik itu disebabkan lambatnya negara dalam merespons perubahan segmen masyarakat yang terlampau cepat.
"Untuk menyeimbangkan agregat demand tersebut, diperlukan suku bunga yang tinggi karena inflasi harus rendah. Namun, inflasi rendah belum tentu mencerminkan kondisi fundamental yang sustainable. Sebab, akan buruk bila ada defisit transaksi," paparnya.
Apalagi, tren suku bunga rendah negara-negara maju tidak akan lama lagi. Dia memprediksi negara maju yang mulai menunjukkan perbaikan ekonomi akan menaikkan suku bunga acuan. Begitu pula dengan suku bunga global (global interest rate) yang juga akan naik.
"Mungkin domestik akan naik dan global akan challenging. Kami melihat dari demand side. Lebih baik tumbuh stabil meski lamban, namun sustainable."
Karena itu, pertumbuhan perbankan sebagai pihak yang melakukan intermediasi dana ke sektor usaha pun harus menyesuaikan dengan kondisi makro ke depan. "Pertumbuhan kredit perbankan menyesuaikan. Mungkin 15 - 18 persen," ucap mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.