Calon Menteri Terindikasi Kesandung Cessie Bank Bali tak Layak Dipilih
jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo harus kembali mencermati rekam jejak calon menterinya yang akan dipilih. Sebab, beberapa nama yang muncul ada calon menteri yang terindikasi kasus cessie Bank Bali.
Pengamat hukum bisnis, Frans Hendra Winata ingat ketika kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 546 miliar itu mencuat pada tahun 1999, ada banyak pejabat pemerintahan dan anggota DPR yang diduga terlibat. Ia sendiri ketika itu dipercaya mendampingi auditor Bank Bali dari Pricewaterhouse Cooper (PwC) yang dipanggil ke DPR.
"Mereka (auditor PwC) punya yang dinamakan long form, menyebutkan nama-nama menteri disitu sama anggota DPR tapi saya nggak bisa bongkar karena itu rahasia," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/10).
Frans mengatakan yang diterima di DPR adalah short form yang merupakan executive summary-nya. Ia menyarankan agar para auditor PwC tidak menyerahkan dokumen long form ke DPR mengingat tidak ada perlindungan seperti di Kongres Amerika Serikat.
"Tadinya mau diserahkan (long form) ke DPR tapi saya kasih nasehat jangan diserahkan karena ini dibuka banyak pejabat terlibat disitu dan mereka tidak dilindungi. Mereka secara profesi auditor memang harus rahasia, nggak boleh dibongkar," ulas Frans.
Meski begitu, lanjut dia, sudah ada beberapa nama pejabat tinggi serta sejumlah pihak terkait dalam kasus BB sudah menjadi informasi publik. Untuk lengkapnya ada di kepolisian dan Kejaksaan Agung. Dan Komisi Pemberantasan Korupsi, menurut Frans, harus meminta dokumen tersebut untuk ditindaklanjuti.
"Berapa banyak (daftar nama dalam long form) saya lupa tapi yang saya ingat waktu itu ada almarhum A.A Baramuli, Tanri Abeng juga disebut, kemudian Enggartiasto Lukita (mantan anggota DPR tiga periode dari Fraksi Golkar). Menkeu waktu itu, Bambang Subianto mungkin ikut disebut," bebernya.
Kasus ini bertahun-tahun mangkrak tanpa penyelesaian. Frans menegaskan, jika di antara nama-nama di atas dimunculkan kembali dalam kabinet Jokowi-JK, maka dipastikan banyak pihak, utamanya kalangan pegiat antikorupsi, yang kecewa.
"Nggak boleh mereka masuk kabinet, karena pidananya bisa 16-18 tahun kalau perkara besar. Buktinya bisa dicari lagi kalau memang mau bersungguh-sungguh," jelasnya.