Capres Gelindingkan Isu Nasionalisasi Aset Hanya Cari Popularitas
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politi dari PON Indonesia, Karel Harto Susetyo mengatakan calon presiden (Capres) yang menggelindingkan isu nasionalisasi aset hanyalah mencari popularitas. Alasannya, ketimbang nasionalisasi, langkah rasional yang dilakukan adalah renegosiasi kontrak karya di seluruh proyek eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).
"Soal nasionalisasi aset itu kan jargon populis tapi kebijakan itu hanya dilakukan oleh sebuah pemerintah non-demokratis, seperti di Venezuela," kata Karel di Jakarta, Jumat (9/5).
Seperti diketahui, Capres yang identik menggelindingkan isu nasionalisasi aset adalah Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Tercatat, Prabowo pernah melontarkan ide nasionalisasi kala bertemu dengan Purnawirawan ABRI dengan menegaskan bahwa dirinya akan menasionalisasi aset asing yang ada di Indonesia. Dia menyindir pemimpin yang menjual aset bangsa.
"Seluruh kekayaan bangsa harus dimiliki oleh kita sendiri. Tapi ada pemimpin yang menjual aset, dengan gampangnya membiarkan wilayah kita dicaplok," gelegar Prabowo kala itu sembari mengepalkan tangan.
Karel mengatakan konsep perekonomian yang ditawarkan Prabowo memang masih masih normatif. Sebab, wacana yang ditawarkan belum sampai pada pembangunan ekonomi di sektor pertanian yang melingkupi impor dan subsidi pupuk.
"Konsep keekonomian Prabowo masih normatif. Belum bicara misalnya ekonomi rakyat untuk sektor pertanian itu seperti apa? Apa tutup keran impor atau subsidi pupuk. Atau redistribusi tanah kepada petani atau apa?," katanya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat memastikan tidak akan mendukung dan memilih calon presiden yang memberikan janji-janji muluk yang justru akan membahayakan bagi kehidupan bangsa Indonesia.
"Saya ambil contoh, kalau kita dengar janji-janji kampanye selama ini, menurut saya ada yang berbahaya. Misalnya, kalau 'kalau saya jadi presiden semua aset asing akan saya nasionalisasi, kita ambil alih," kata SBY saat wawancara dengan Suara Demokrat yang diunggah di YouTube, Rabu 7 Mei 2014.
Dijelaskan SBY, masyarakat yang mendengar retorika seperti itu sebagian akan bilang 'wah ini hebat, pemimpin berani, pemimpin tegas, nasionalismenya tinggi'.