Catat Deflasi Tertinggi Selama 17 Tahun
jpnn.com - JAKARTA – Tren deflasi kembali berlanjut April lalu. Hal itu sesuai dengan prediksi Bank Indonesia. Kemarin (2/5) Badan Pusat Statistik (BPS) merilis deflasi April sebesar 0,45 persen.
Angka deflasi tersebut merupakan tertinggi sejak 1999 yang mencapai 0,68 persen. “Ini menunjukkan bahwa perkembangan harga komoditas bahan pokok terkendali,’’ kata Kepala BPS Suryamin di kantornya.
Penurunan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan harga sejumlah kebutuhan pokok menjadi faktor utama deflasi. Sumbangan kelompok perumahan, air, listrik, serta gas dan bahan bakar mencapai 0,13 persen.
Deflasi juga disebabkan penurunan harga kelompok bahan makanan, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Komponen utama adalah tarif angkutan dalam kota dan tarif angkutan udara.
Bahan makanan yang turun harga, antara lain, cabai merah, beras, daging ayam, dan telur ayam. Bahan makanan yang mengalami kenaikan harga adalah makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau.
Inflasi juga terjadi pada kelompok sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah bawang merah, tomat, sayur, bawang putih, wortel, apel, jeruk, pepaya, minyak goreng, rokok keretek, rokok keretek filter, dan kontrak rumah.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, deflasi pada April terjadi seiring dengan target inflasi berkisar 3–4 persen sepanjang tahun ini. Darmin meminta angka deflasi tidak dikaitkan dengan penurunan daya beli masyarakat. ’’Inflasi dan deflasi bulanan itu hanya bicara harga-harga. Jangan ditarik ke mana-mana,’’ tegasnya.
Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Andiwiana mengakui, capaian deflasi masih sejalan dengan perkiraan BI. Hingga akhir tahun, BI memprediksi inflasi indeks harga konsumen berkisar 3,6 persen atau masih berada dalam sasaran BI 4 plus minus satu. (ken/dee)