Catatan Ketua MPR: Transisi Energi dan Memulihkan Keseimbangan Lingkungan Hidup
Oleh: Bambang Soesatyojpnn.com - Persiapan menuju transisi pemanfaatan energi bersih akan menjadi sangat ideal jika disertai dorongan kepada semua orang untuk semakin peduli dan segera berbuat nyata memulihkan keseimbangan lingkungan hidup.
Ketika transisi ke pemanfaatan energi bersih masih butuh proses waktu yang relatif lama, upaya memulihkan keseimbangan lingkungan hidup kini terasa sangat mendesak.
Sebab, nyata bahwa ketidakseimbangan lingkungan hidup telah menghadirkan dampak yang tak jarang dirasakan sangat ekstrem.
Kesadaran komunitas global akan dampak ekstrem akibat ketidakseimbangan lingkungan hidup atau perubahan iklim bisa dilihat dan dibaca dari semangat yang mengemuka sepanjang Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of Parties ke-26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia, baru-baru ini.
Walaupun hasil atau kesepakatan COP26 belum bisa memuaskan semua pihak karena dinilai kurang agresif, Pakta Iklim Glasgow atau Glasgow Climate Pact 2021 setidaknya lebih maju.
Layak dikatakan lebih maju karena beberapa rencana aksi bersama disepakati untuk segera direalisasikan.
Utamanya, kesepakatan menghentikan penggunaan energi fosil, serta kesepakatan untuk segera bersiap menuju transisi pemanfaatan energi bersih.
Kesepakatan strategis lainnya adalah menghentikan deforestasi dan berupaya melakukan pemulihan hutan di 2030.
Penghentian deforestasi disepakati 141 negara yang memiliki areal hutan 90,94 persen dari total hutan dunia.
Pakta Iklim Glasgow juga menyepakati penghentian penggunaan batu bara sebagai salah satu sumber utama emisi CO2.
Kesepakatan ini melibatkan lebih dari 40 negara. Selain itu, lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, sepakat mengurangi emisi gas rumah kaca ini pada tahun 2030