Cegah Bunuh Diri, Bangun Komunikasi Dini
jpnn.com, KUPANG - Menanggapi fenomena bunuh diri yang belakangan ini sering terjadi, psikolog dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Benediktus Labre menilai pentingnya komunikasi sejak usia dini. Karena salah satu faktor penyebab tindakan ini adalah kurangnya komunikasi yang dilakukan pelaku.
Hal ini dikatakan Benediktus Labre kepada Timor Express (Jawa Pos Group), Kamis (8/6) ketika dikonfirmasi mengenai penyebab kasus bunuh diri yang belakangan terjadi di beberapa wilayah di NTT. Kasus terbaru di Kota Kupang dilakukan oknum polisi Aiptu Fransisko de Araujo, Selasa (6/6).
Menurut sosok yang akrab disapa Ben Labre, aksi bunuh diri dipastikan ada pemicu atau motif tertentu. Motifnya sangat kompleks seperti frustrasi, depresi, putus asa, tekanan ekonomi dan lain-lain. "Banyak motif yang melatari aksi bunuh diri," paparnya.
Menurut Ben, selain motif tersebut, aksi bunuh diri juga sebagai akibat dari kurangnya dialog dan komunikasi dalam keluarga.
"Dalam keluarga tidak terbiasa dengan adanya dialog dan komunikasi serta keterbukaan hidup," katanya.
Kondisi ini, paparnya, membuat orang tertutup dan menderita secara psikologis. Sebab tidak ada jalan keluar dan tidak mampu berpikr lagi. Sehingga bunuh diri diambil sebagai keputusan terakhir.
Dia menyarankan kepada setiap keluarga untuk terus-menerus membangun komunikasi yang efektif sejak anak usia dini. "Bangun komunikasi sejak anak usia dini, bisa membuat semua terbuka dan tidak menanggung beban secara sendiri-sendiri. Berbagi berkomunikasi itu penting," kata Ben.
Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Balkis Soraya menjelaskan, orang yang bunuh diri merupakan sebuah perilaku agresi. "Agresi itu adalah suatu serangan untuk melukai diri sendiri atau membunuh diri," kata Balkis.