Cerita Pendaki Gunung Rinjani Terjebak Gempa, Mengerikan
Em mengaku panik dan khawatir bukan main melihat dari kejauhan longsoran bebatuan di jalur pendakian yang dilintasi teman-temannya dari Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Bandung. Sadar dalam kondisi terancam, Em lantas membereskan semua perlengkapan pendakian, kemudian menunggu teman-temannya turun.
Selama menunggu, dia terus berdoa. Sebab, gempa susulan terus terjadi. Berkali-kali. ’’Tubuh saya seperti dilempar ke sana kemari,” ucap mahasiswa semester lima itu.
Yang dia pikirkan saat itu bisa segera berkumpul dengan tiga temannya dari Bandung, kemudian turun. Kembali ke Sembalun. Maka, begitu teman-temannya berhasil turun dari jalur ke puncak, Em dan kawan-kawan langsung bergegas ke bawah.
Bagi Em yang sudah berkali-kali naik gunung, pengalaman mendaki disertai gempa yang cukup besar baru kali ini dia alami. Meski begitu, itu tidak membuatnya kapok untuk mendaki Rinjani lagi.
’’Soalnya, saya belum sampai puncak. Mungkin tahun depan saya ke sini lagi,’’ tuturnya.
Pengalaman yang tidak jauh berbeda dirasakan Kapusdiklat LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) Suharti. Dia mendaki ditemani 2 staf, 2 porter, dan 1 guide. Dia bermaksud berlibur di sela-sela tugas yang menguras pikiran.
Harti –begitu dia biasa dipanggil– mendaki gunung berketinggian 3.726 mdpl itu sejak Jumat (27/7). Dari Sembalun, dia menjelajahi jalur pendakian Rinjani hingga Danau Segara Anak, lalu turun lewat Senaru, jalur pendakian lain yang berada di Desa Bayan, Lombok Utara.
Rencananya, setelah menginap di Danau Segara Anak, Minggu (29/7) Harti sudah harus terbang ke Bali. ”Karena Senin pagi saya ada acara di Bali,” tuturnya.