Cerita Pilot Pesawat Tempur, Bangga jadi Elang Khatulistiwa
Dan, tidak semua penerbang bisa menerbangkan pesawat tempur yang bisa bermanuver, tak seperti pesawat-pesawat komersial.
"Di sini kami disebut Elang Khatulistiwa, kebanggaan itu melekat dalam diri kami. Ground crew pun punya kebanggaan, tidak semua teknisi dirgantara bisa menangani pesawat tempur," tegasnya.
Menyandang keanggotaan Elang Khatulistiwa pun tidak mudah. Setelah menjalani pendidikan Taruna di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta, masih harus mengikuti seleksi khusus.
Ia berharap, kebanggaan yang dimilikinya sebagai skuad Skadron I Elang Khatulistiwa ini bisa ditularkan ke generasi berikutnya.
"Khusus yang berminat dengan kedirgantaraan agar tetap berlatih, belajar, serta menjaga kesehatan, sehingga pada saat seleksi masuk ke Taruna TNI AU bisa lolos dan siapa tau bisa terbang bersama kami di sini untuk menjaga udara Indonesia,” pungkas Agung.
Senada, Kepala Seksi Operasi dan Latihan (Kasiopslat) Lanud Supadio, Mayor Pnb I Gusti Ngurah Adi Brata.
Meski sudah setahun tidak terbang karena disekolahkan ke Tiongkok, pria kelahiran Denpasar, 12 Maret 1980, ini menyebut penerbangan malam sebagai refreshing.
"Ketika masuk ke dalam kokpit, butuh sedikit penyesuaian dengan keadaan sekitar sehingga harus rileks," ungkapnya.